maap....ngaret banget nih cerbung.. wahahaha :D
baru ada ide nih wahah :D okeeee selamat membaca
*****
Rio mengetuk pelan pintu berkayu jati itu. Sedangkan ify mengekor di belakangnya. Mereka masuk ke dalam ruangan yang hamper 80% di domisili warna abu-abu tersebut. Di sudut ruangan tampak seseorang lelaki yang kira-kira berusia 22 tahun berkutat dengan laptopnya. Dengan kaca mata berwarna hitam dan rambut cepak rapi dia sibuk mengetik sesuatu.
“bos.” Panggil Rio mendekati meja bossnya tersebut.
Alvin—sang boss, mendongak dan tersenyum. Dari sudut matanya, dia melihat Ify yang mengekor di belakangnya. Lalu menatap Rio penuh arti.
“ini ify, boss. Fy kenalin, dia direktur disini.” Ujar Rio yang sepertinya akrab dengan Alvin.
“hai, fy. Selamat datang di perusahaan saya. Mohon kerjasamanya ya.” Ujar Alvin sambil berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangannya.
Ify tersenyum dan membalas uluran tangan Alvin. “harusnya saya yang bilang seperti itu, pak.”
Alvin terkekeh pelan. “panggil Alvin aja, atau kak lah paling ngga, berasa tua banget saya.”
Rio menyerngit. ‘kok kaya akrab gini sih’ batin Rio.
“okey, kak.”
“sipp, gimana Yo? Udah di ajak keliling kantor?”
Rio mengangguk. “udah boss. Semuanya udah saya kenalkan ke dia.”
Alvin manggut-manggut. “mending istirahat dulu gih. Besok kita udah mulai latihan. Oh ya, jaga stamina kamu ya. Besok kamu harus nemenin Rio ke pensi SMA 70. Cari band baru, okey.”
“iya, kak.”
“yaudah, saya balik dulu ya boss. Gbye.” Pamit Rio yang lalu beranjak dari sana dengan ify yang mengekorinya.
**
Rio mengajak Ify Ke apartemen yang mulai sekarang menjadi tempat Ify tinggal. Ify menatap kagum apartemen bertingkat 90 ini. Mulutnya menganga, yang tanpa sadar membuat Rio menahan tawa.
“busyet, iki omah opo istana jane?)” (busyet ini rumah atau istana sih?) ify menggumam saat masuk kedalam apartemen Rio.
“mulai sekarang lo sama sodara lo itu tinggal disini” kata Rio, kembali ke sifat dinginnya lagi.
“beneran mas?” ujar Ify girang
Rio menatap ify datar dan hanya mengangguk lalu beranjak dari sana. Ify masih tertegun memandangi apartement yang luas ini.
“Riooooo, gue bawa brow—.” teriak seseorang yang ada di ambang pintu membawa sekresek brownies coklat tiba tiba diam mematung ketika melihat Ify yang nampaknya juga terkejut dengan kehadiran cewek ini.
“siapa lo?” sengit cewek cantik berpipi sedikit chubby dan berkulit putih tersebut.
“sa-saya, sa-saya ify, mbak” gagap Ify
“mbak? Lo kira gue mbak lo apa! Mana Rio??”
Tubuh ify gemetaran, seumur umur belum ada orang yang membentakknya seperti ini. Tiba tiba Rio berjalan ke Ify sambil menyodorkan gelas berisi orange juice. Ify menerima gelas itu lalu meminumnya.
Rio berpaling pada gadis yang sedang mematung tak jauh dari tempatnya berdiri dengan ify.
“ngapain kesini?” Tanya Rio sinis.
Gadis berlesung pipit itu tersadar dari lamunannya, “eh, uhm, ini, gue bawain brownies.” Cewek itu tergagap dan menyerahkan kresek isi brownies tersebut.
“hmm, thanks” Rio mengambilnya dan membukanya sambil duduk di sofa.
“lo mau, Fy?” tawar Rio kepada Ify.
Ify menggeleng “gak usah, Ify mau tidur aja, Mas. Permisi.” Ify nyelonong pergi meninggalkan Rio.
“Dia siapa sih??? Pembokat baru lo??” kata gadis itu sarkatis.
“Jangan asal ngomong! Punya mulut tuh di jaga, jangan buat ngomong yang aneh-aneh!” bentak Rio.
“kenapa sih Io, gue selalu salah di mata lo. Kenapa lo ga bisa bersikap manis sama gue? Semanis sikap lo ke cewek tadi!”
“Siv, sorry, gue udah bilang berapa kali sih sama lo? Ga usah di lanjutin acara ‘suka’ lo itu ke gue, karena sampe kapan pun gue ga bisa bales, dan gue udah bilangin kan konsekuuensi kalo lo suka sama gue?”
Sivia—gadis tadi—membatu di tempatnya berdiri. Hatinya terasa mencelos, karena sekeras apapun usahanya, Rio—mungkin—tak akan pernah jadi milikknya. Rio memang sudah pernah mengingatkannya berulang kali, bahwa Rio tak ada rasa dengannya, dan tak akan pernah membalas cintanya.
“Sekarang, sampe kapan lo disitu? Ga capek? Ga pengen pulang?”
Sivia tersadar dari lamunannya, “Oke, gue pulang. Dan…. Yo..” Sivia berhenti sejenak “Gue akan tetap berjuang buat cinta gue ke elo.” Lalu ia beranjak dari apartement Rio.
Rio tak menghiraukan ucapan Sivia, ia duduk dengan santai dan mengambil remote TVnya. Tak lama, datanglah Deva dan Debo. Mereka membawa dua kotak Pizza Hut. Dengan wajah berseri, Debo langsung membuka Pizza tersebut dan melahapnya. Seperti orang belum makan seminggu gitu, deh.
“Mana Ify?” Tanya Debo Dengan mulut penuh dengan Pizza.
“Di kamar. Lagi istirahat. Besok ada pensi.” Jawab Rio sambil meminum orange juice nya.
“Oh iya, gue lupa.” Deva meneguk segelas air mineral yang ia ambil. “Lo harus jaga stamina, Yo. Biar besok ga kecapekan.” Deva mengingatkan.
“Yes, I do it. Btw, dari mana lo berdua?”
Deva melirik Debo yang cuek melahan Pizza. “Beli Pizza, beli baju, ngajarin dia gaul. Hahha.” Deva terkekeh.
Rio menyerngit. “Tumben banget cepet akrab sama orang.” Gumamnya.
Deva mengangkat bahu. “Gue juga gatau, akrab banget sama dia. Asyik anaknya, medok gimana gitu.”
“Ngomongin apa sih?” Tanya Debo dengan santainya.
Rio dan Deva terkikik. “Ngomongin cicak terbang.” Seru mereka serempak.
“Hah?” Deva melongo “emang ada?”
“haahhahahahha” mereka berdua trtawa geli melihat Debo dengan watados-nya sambil mulut yang penuh dengan pizza.
Debo memutar bola matanya sambil terus melahap Pizza.
Ify tercenung di kamar. Dia menatap liontin berbandul STEFY di tangannya. Stev, teman masa kecilnya dipanti. Dia seorang cowok manis yang pandai bernyanyi. Ify pernah mengagumi Stev, bahkan bisa di bilang menyukainya. Ify, Cuma Stev lah yang memanggilnya Ify. Dan tiba-tiba Rio dengan seenaknya mengulang kata-kata Stev, yang bilang bahwa Icha adalah panggilan yang lazim di pakai orang-orang. Jadi Stev memanggilnya Ify.
Ngomong ngomong soal Stev, mendadak dia jadi ingat pada Stev. Yaaa walaupun sedikit kabur dari bayangannya, karena dia berada dipanti hanya 2 tahun, waktu Ify masih SD, jadi sosok Stev sedikit hilang dari ingatannya.
Ify masih ingat, saat Stev mendapat orang tua angkat, dia berpesan pada Ify, bahwa dia harus menjaga kalung STEFY, dan kelak jika takdir mempertemukan mereka, Stev akan mengajaknya berpacaran. Hal yang telah di impikan ify di setiap malam tidurnya selama 9 tahun terakhir. Dalam hati kecilnya, Ify berharap dia akan menemukan Stev di Jakarta.
“aku kangen sama kamu, Stev.” Lirih Ify sambil memeluk kalung STEFY itu. Dia membaringkan tubuhnya ke kasur. Sambil memejamkan mata, dia menerka-nerka wajah Stev sekarang.
*
Pada waktu yang sama, Debo mengambil udara segar di balkon apartemen Rio. Apartement Rio berada di kawasan strategis, dekat dengan mall, tempat wisata, café, dan lain-lain. Impian terbesar Debo adalah, ‘melihat MONAS’ dan dari sini, dia bisa melihat jelas bagaimana kokohnya monas, yang membuat Debo sangat bersyukur bisa bertemu Rio dan S-Entertaiment—tempar Rio dan Ify akan bekerja.
Tiba-tiba Debo teringat pada Stev. Ya, Debo, Stev dan Ify adalah 3 sahabat yang selalu kemana-mana setiap saat. Ketika Debo melihat Rio, dia seperti melihat Stev. Stev dalam wujud yang berbeda. Yang sedikit angkuh dan jaim. Tak seperti Stev waktu kecil, yang ramah pada siaapa saja dan hobi tersenyum.
Stev mendapat orangtua angkat waktu mereka bertiga kelas 3 SD, yang membuat Ify sempat terpuruk, kehilangan sahabat sekaligus cowok yang disukainya. Sejak perpisahannya dengan Stev, Debo berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia akan membantu Ify menemukan Stev.
*
Waking up I see that everything is ok
The first time in my life and now it's so great
Slowing down I look around and I am so amazed
I think about the little things that make life great
I wouldn't change a thing about it
This is the best feeling
Alvin melinting kemejanya hingga selengan. Sambil meneguk segelas chapuccinno ice-nya, alunan lagu Avril Lavigne menemaninya malam ini. Sambil sesekali melihat jam, dia mendengus. Sudah 3 kali terhitung sejak kedatangannya kemari.
“Udah lama, kak?” sivia menghampirinya. Dengan muka sedikit kusut dan nada ketus khas-nya, Alvin sudah menebak bahwa Sivia sedang badmood.
“Kenapa Siv?” Tanya Alvin sambil memandanginya lekat-lekat.
Sivia mendengus, sambil melipat tangan di atas meja. “Rio..”
Seketika wajah alvin—yang tadinya—sudah lelah, menjadi bertambah lelah ketika nama ‘Rio’ disebut.
“Lo tau ga sih, masa nih ya blaablaaa…”
Suara Sivia seperti tak masuk ke dalam indra pendengaran Alvin. Alvin sibuk mengamati lekuk wajah Sivia. Cantik. Tapi, kenapa Sivia selalu menceritakan lelaki lain di hadapannya? Kenapa bukan dia?
This innocence is brilliance
I hope that it will stay
This moment is perfect
Please don't go away
I need you now
And I'll hold on to it
Don't you let it pass you by
Kalau boleh jujur, Alvin sudah mengagumi Sivia sejak SMA. Dia dan Sivia adalah tetangga. Waktu SMA kelas XII, sedangkan Sivia masih kelas IX, Alvin sudah merasa, setiap bertemu Sivia, ia selalu merasa ada kupu-kupu yang menari dalam perutnya.
“Vin, lo bisa bantuin gue jadian sama Rio? Yaa, kata lain sih, nyomblangin.” Ujar Sivia.
Alvin hampir jatuh dari kursinya saking terlalu kaget dengan ucapan Sivia. Rasanya dia perlu oksigen lebih untuk mendengarkan ucapan Sivia lebih lanjut. Jujur, dalam lubuk hatinya, dia ingin Sivia melihat ketulusan hati Alvin. Umur mereka memang terpaut 4 tahun. Tapi mereka cocok dan saling melengkapi.
Sivia, cewek modis yang bekerja sebagai model andalan Sindunata Entertaiment. Atau S-Entertaiment, kantor Alvin. Walau umurnya baru menginjak 16 tahun, tapi bakatnya setara dengan model-model yang umurnya lebih tua daripada Sivia. Selain itu alvin juga ‘menaruh hati’ pada Sivia, jadi ‘pendorong’ Sivia untuk masuk kedalam S-Entertaiment.
Alvin dan Rio sebenarnya bersahabat. Rio yang kelas XII, yang umurnya hanya berbeda 3 tahun dengan Alvin. Setahun lebih tua daripada Sivia. Alvin dan Rio bertemu tak sengaja di S-Entertaiment. Selain alvin adalah pewaris tahta S-ENtertaiment, Alvin juga orang yang gampang akrab dengan orang baru. Di kantor, boleh saja memanggil dia boss. Tapi di luar, mau panggil apa aja mah terserah(?)
Found a place so safe, not a single tear
The first time in my life and now it's so clear
Feel calm, I belong, I'm so happy here
It's so strong and now I let myself be sincere
I wouldn't change a thing about it
This is the best feeling
“Gu-gue..” Alvin tergagap. Melihat ekspresi Sivia yang sangat berharap padanya, akhirnya dia mengangguk. “Gue usahain, Siv”
“Beneran??” Tanya Sivia tak percaya sambil bergelayut manja di lengan Alvin.
Alvin mengangguk dan memaksakan senyumnya, “Everything for you, my little sista”
“Thanks brotha.” Sivia tersenyum lebar.
Alvin hanya tersenyum masam
*
Maap yaak kalo jeleek... idenya mentok sampe disini sih-___- hehehe --v
part 3 nya insyaallah nanti malem... insya allah loh yaa,... wahahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar