Selasa, 14 Agustus 2012
Kiss Me Again (Part 11)
Setelah 3 hari berlalu, sivia menjadi lebih pendiam. Mungkin ia masih shock dengan kejadian yang ia alami. Gabriel pun langsung di DO dari Sayga. Demi keamanan siswa-siswi Sayga. Ify yang melihat ke’diam’an sivia kadang merasa bersalah, karena ia merasa tidak becus untukmengurus sivia yang tidak lain adalah adik kembarnya.
Alvin juga sedih melihat sivia seperti ini. walaupun ia sering di omeli oleh sivia, paling tidak ia lebih suka sivia yang ceria dan cerewet padanya. Bukan sivia yang sering melamun dan diam seperti ini. Rio yang dari awal tidak ingin ikut campur hanya diam dan memahami situasi yang sedang terjadi. Ia tidak ingin terseret lebih jauh kedalam hidup sivia maupun ify.
Dan tiba-tiba saja, seluruh penghuni diam-diam senang dengan perubahan sikap sivia. Itu berarti, orang paling mereka benci nggak bakal berulah. Apalagi sivia, dia kan ratu –nya tega di Sayga. Ify sih, masih punya rasa kemanusiaan sedikit.
“Gimana kalo ntar pulang sekolah kita nongkrong ke starbucks? Gue lama nih gak kesana” ujar ify pada sivia.
“emh, enggak deh fy. Gue dirumah aja. Males kemana-mana.” Jawabnya datar
“eh eh mau kemana? Ikutan dong” Alvin yang ada dibelakang mereka jbjb gak jelas.
Ify tersenyum. “nah, Alvin mau ikutan. Ayo via, gue pengen geje-gejean sama lo lagi nih. Masa iya sih sivia yang ceria jadi kaya gini. Please kali ini aja. Gue bakalan bikin loe kaya dulu lagi. Kalo misalnya cara gue ntar nggak berhasil, loe boleh deh ngambek sama gue. Ato bahkan gak mau bareng gue lagi. Terserah loe. Tapi kali ini aja, jangan nolak. Please please?” rengek ify
Rio melirik lewat ekor matanya. Cewek ini kalo lagi ngerengek gini, 360 derajat berbeda dengan kehidupannya yang biasa. Dan rio sangat bisa melihat kesungguhan yang ify harapkan.
“iya siv, gue juga pengen jalan bareng loe. Gue sedih deh liat loe yang udah 3 hari kaya gini mulu. Gue kangen sama omelan loe vi. Gue pengen loe ejek lagi. Gue pengen liat loe senyum dan ketawa.” Alvin memandang sivia memelas.
Sivia yang jauh dari lubuk hatinya merasa kasihan dengan ify dan Alvin, akhirnya hanya mengangguk tanpa ekspresi.
“beneran mau?”
Sivia mengangguk lagi.
“Nah gitu dong vi” ify memeluk via. Oke ayok kita cusss ke starbucks!” ujarnya dengan semangat.
“loe nggak ikutan io?” tanya sivia pada rio yang seingatnya tak bicara sepatah katapun.
“eng..”
“rio pasti ikut kok. Ya kan yo?” Alvin nyengir hingga kedua bola matanya menghilang(?)
‘sial nih kutu kupret. Gue kan bisa kumat lebih parah dari kemaren-kemaren kalo gini caranya. Mana gue juga gak enak nolaknya kalo udah gini mah’ rutuk rio dalam hati.
“yaudah, ayo berangkat sekarang.sebelum gue berubah fikiran” celetuk sivia yang seketika membuat ify dan Alvin reflek berdiri. Sedangkan rio masih sibuk membereskan barang-barangnya.
-_-_--_--_-__-__-_--_--_-_-_-
“yasalam, macet banget” gerutu ify sambil membunyikan klaksonnya berkali-kali. Sivia sedang asyik mendengarkan lagu. Sepertinya ia bersenandung tanpa suara. Alvin tersenyum senang. Paling tidak, ia bisa duduk disebelah sivia sambil memperhatikan perkembangan sivia. Ya walaupun hal itu ia harus adu bacot dengan rio dulu, karena rio ngotot nggak pengen duduk didepan bareng ify.
“udah jam 4 nih. Loe balik maleman gitu nggak papa kan vin? Gue agak sungkan sama oma loe” ujar ify khawatir
“tenang, gue udah sms oma gue kok.” Alvin melirik sekilas kearah rio yang ekspresi wajahnya langsung berubah, walaupun tidak kentara.
“oh yaudah deh, gue kira entar oma loe bakal ngomel kaya oma-oma biasanya” ify mulai mencari parkiran di dalam mall.
Rio masih terdiam sambil sesekali melihat-lihat mobil-mobil yang sudah berjejer rapi di depan dan sampingnya. Mobil mulai terparkir. Tak lama kemudian mobil berhenti. Alvin menyenggol bahu sivia pelan. Sivia mendongak dan membuka pintu di sebelah kirinya masih dengan aura dingin dan juga cuek. Alvin mengekor dibelakangnya. Rio dan ify juga keluar bersamaan.
Dan tibalah mereka di starbucks. Sivia langsung menempati kursi paling ujung yang menghadap ke jalanan. Alvin duduk di depannya dan rio duduk disebelah Alvin. Ify yang baru saja memesan pun terpaksa duduk di depan rio.
Keadaan hening. Sivia sibuk memandangi jalanan yang makin lama semakin ramai. Sedangkan Alvin sedang senyum-senyum GR karena ia fikir sivia melihat dia. Rio sibuk dengan ipadnya, dan ify salahtingkah sendiri.
Sebenarnya, saat ini detak jantung ify tak aturan. Sejak beberapa hari yang lalu, ia sering memperhatikan rio. Entah mengapa, ia berasumsi bahwa ia tak menyukainya. Ia hanya kagum dengan kesederhanaan rio. Tapi, makin lama perasaannya jadi aneh. Tak menentu. Apalagi jika sedang dekat dengan rio. Meskipun begitu, ia masih bisa menjaga jarak dari rio karena phobia rio itu.
Namanya Heterophobia. Ketakutan terhadap lawan jenis. Mungkin, rio belum parah. Karena ia lihat rio masih bisa menahan phobianya itu selama tidak ada kontak fisik.
“heh sipit, loe ngapain liatin gue sambil senyum-senyum gitu?” sivia membuka pembicaraan.
Alvin nyengir. “lah, bukannya loe duluan yah yg liatin gue?”
Sivia menyerngit. Sedetik kemudian ia mengerti maksud Alvin. “pede banget idup loe. Gue kan ngeliatin mobil-mobil disono. Bukan ngeliatin elu. GR banget sih”
Alvin manyun. “yah paling nggak, walopun loe gak liatin gue, loe kan bisa boong dikit kalo loe liatin gue”
“najis”
Ify tersenyum. Sepertinya, Alvin emang moodboosternya sivia. Lagi lagi ia melirik rio. Melihat rio yang sedang diam sambil menoleh kea rah lain. Damai sekali. Ify tersenyum lagi. Tapi, tiba-tiba rio kembali menghadap kearah semula. Mata mereka bertemu. Ify yg salting langsung pura-pura mengambil minumnya dan menyenggol sivia. Sedangkan rio susah payah menetralkan debaran jantungnya.
“gimana kalo abis ini kita maen truth or dare” usul ify
“ide bagus” sahut Alvin. “gimana cara maennya?”
Ify tampak berfikir. Mau tak mau, rio yang penasaran pun memperhatikannya.
“gue bakalan muter nih sedotan.” Ify mengambil sedotan dari minumannya yang kebetulan sudah habis. “terus diputer gini” ify memasukkan sedikit tissue ke salah satu ujungnya. “yang kena tanda ini. harus milih truth or dare. Gimana?”
“mau mau mau” semangat Alvin.
“boleh dicoba” kata rio lirih.
Sivia hanya mengangguk-ngangguk. “oke, siapa yg muter?”
“loe aja” usul ify.
Sivia pun memutar sedotan tersebut. Dan tanda itu mengarah kea rah Alvin.
“loh kok gue?” Alvin cengo
“lah? Terus loe maunya ke siapa? Udah deh loe milih truth or dare?”
“gue milih….” Setelah beberapa saat berfikir, Alvin menjawab. “DARE” dengan mantap.
Sivia tersenyum sinis. “oke, karena loe milih dare, loe harus turutin apa yang gue pengen”
Alvin menelan ludah. ‘kalo dilihat dari mukanya, kayanya gue bakal dikerjain abis-abisan nih. Wah, harusnya gue tadi milih truth aja’ batinnya
“ntar, sepulang dari sini, loe harus foto sefeminim mungkin. Kalo perlu pake baju cewek kek, ato jepit rambut loe kek, ato pake make up kek, gue ga peduli. Dan jadiin tuh foto di ava twitter loe”
Rio langsung ngakak. “MAMPUS loe vin. Gue bakalan ngecek TL terus kalo gitu. Gue bakal liat loe dandan kaya gitu. Wakakkkak”
Ify terpana sesaat melihat rio yang tertawa lepas seperti itu. Berbeda dengan rio yang biasanya.
“oke giliran gue yang muter” ujar Alvin kesal.
Dan ternyata tanda itu mengarah ke Ify. “yah, padahal gue harap sivia yang kena” Alvin menunduk.
“belom waktunya gue kena vin hahahhaa” sivia tertawa senang. Diam diam Alvin senang. Sivianya yang dulu telah kembali.
“firasat gue ga enak nih” lirih ify
“loe pilih truth or dare?”
Sejenak ify berfikir. “truth aja kali, ya? Hmm”:
“yakin?”
Ify mengangguk, sebenarnya tak yakin.
“cowok yang loe suka sekarang siapa?” tanya Alvin to the point
“hah?” ify cengo.
“harus jujur loh” sivia mengerling nakal kearah ify, sambil melirik rio.
Rio yang tak mengerti pun memasang tampang sama cengonya seperti ify.
“gue gak suka siapa-siapa kok” jawab ify mantap agar sivia rio dan Alvin tak curiga padanya
“ah yang bener? Gue gak yakin tuh” Alvin menggoda
Sivia berdecak. “sampe kapan loe boongin perasaan loe gini fy?” sindir sivia
“boongin perasaan ? maksud loe apaan ?”
“apa ya? Mau tau aja ato mau tau banget? Mmm…”
Ify cemberut. Kepekaan sivia emang tak perlu diragukan lagi.
“loe yakin gak ada feel sama someone gitu? Jangan boong. Ini kan truth or dare” sivia memancing
“gue kan udah bilang, gue gak suka siapa-siapa” eyel ify
“terus rio gimana?”
Deg deg deg
Jatung ify berpacu lebih cepat. Matanya melotot, tanpa sadar. Rio yang merasa dibicarakan pun menoleh kaget kearah ify. Apa iya cewek didepannya ini menyukainya?
“rio? Jadi loe suka rio, fy?” Alvin makin mengompori
“hah? Kalian apaan sih?” rio yang risih mulai protes namun sivia dan Alvin makin menjadi.
“bener yah, cinta itu kaya kentut” Alvin mulai ngaco
Sivia tertawa. “jangan ditahan. Lama-lama juga bakal kerasa kok. Kaya bau kentut wahahaha”
“udah udah ganti topic aja” ify mulai memutar sedotan itu namun ditahan oleh Alvin.
“loe pengecut fy, masa mau sembunyi dari kenyataan? Udah deh akuin aja kalo emang loe suka sama rio”
Rio mulai tak karuan. Ia bingung, mengapa detakan jantungnya begitu keras? Bahkan kalau semua orang diam, ia mungkin bisa mendengar detakan jantungnya. Apa penyakitnya akan kumat? Ah, nggak mungkin. Gue ga sedeket itu sama dia kok. Gue kan gak suka sama dia. Tenang yo. Penyakit loe gabakal kumat. Batin rio menyemangati dirinya sendiri.
“loe gak asik ah vin. Sportif dong. Gue kan udah jawab. Apa jawaban itu belom puas? Loe gabisa dong maksain gue buat suka rio. Gue..gue udah suka sama orang lain. Dan orang itu bukan rio” ify menggigit bibir bawahnya.
“hah? Serius? Kenapa loe gak cerita ke gue?” sivia kaget bukan main
“a..abis loenya sih..hm” gugup ify
“ya maap gue kan masih shock. Sekarang, gue bakal jadi sivia yang dulu kok. Gue gak bakal inget-inget kejadian kemaren.” Sivia tersenyum.
“oke sekarang giliran gue” ify kembali memutar sedotan itu. Dan tanda itu mengarah pada rio.
“wah emang jodoh nggak kemana. “ gumam Alvin. Jujur saja, Alvin pernah punya plan dengan sivia, kalau akan mencomblangkan ify dan rio.
“gak usah mulai” rio sinis menatap Alvin. “gue pilih truth”
Ify berfikir sejenak. “apa ya?”
“loe udah move on dari mantan loe belum?” Alvin memandang rio penuh arti.
“Hah? Kok loe tanyanya gitu sih?”
“terus gue harus tanya gimana?”
“heh, itu kan bagian gue kodok!” ify menjitak Alvin
“abis loe kelamaan sih. Ayo jawab. Loe udah move on dari dia belom? Loe udah ngebuka hati loe buat cewek laen?”
‘tuhkan , nih kodok gelagatnya bisa dibaca banget.’ Rio menekuk mukanya. Suram.
“gue udah move on ato belom itu bukan urusan loe. Dan loe gak perlu tau gue udah ngebuka hati gue buat cewek laen apa belom. Itu juga privacy gue. Gak semua privacy bisa gue ceritaain ke loe kan?”
Alvin mengangguk-angguk.
Ponsel rio berdering/ “iya ma? Ada apa?” matanya melotot. “hah?” sedetik kemudian, ia menutup sambungan telfonnya dan bangikit dari duduknya. “gue balik duluan ya” katanya acuh tak acuh
“yah, kan sivia belom ikutan maen. Gak seru loe yo”
“ini mendesak. Gue harus segera pulang. Sorry. Lain kali aja kita lanjutin” rio pun beranjak dari sana.
Dalam hati ify mulai negthink. Ada apa dengan rio? Mamanya? Papanya?
-___-_-_-_-_--_-_-_-
Hari ini hari minggu. Tak seperti biasanya, ify jogging pagi di sekitar rumahnya. Ia melihat rio sedang duduk melamun di bawah pohon sambil mendengarkan music dari headphonenya. Rumah sify dengan yovin hanya berjarak 8 blok. Dan masih dalam 1 perumahan yang sama.
Samar-samar terdengar rio bersenandung. “I linger, I linger. The memories of love are playing with me. One more time, one more time.. I cant believe it has ended like this. With just this, all those promises.. how, how..?”
Ify duduk disebelah rio. Sepertinya rio belum sadar kalau ify ada disebelahnya.
“I’ve come to an end. Ever since the day you left me, I’m falling little by little. I block my ears, and listen to you. I close my eyes, and draw out you. But you have flowed away, you have passed by. In my memories, so I can’t even catch you..”
rio menoleh dan sedikit terbelalak melihat ify disebelahnya. “loe ngapain disini? Udah dari tadi?”
ify berdehem. “sorry, gue mau nyapa loe tapi loe terlalu asyik sama musik loe itu” ify nyengir. “ssendirian aja?”
rio mengangguk. “ya, seperti yang loe liat”
“Alvin kemana?”
“Alvin sakit, badannya panas. Kayanya dia demam”
“hah? Kok bisa? Perasaan kemaren dia nggak kenapa-kenapa deh”
“kan kemaren. Beda sama sekarang”
“iya juga sih” ify tiba tib a teringat sesuatu “btw, kemaren loe pulang cepet. Ada apa?”
“oh, itu?” rio tersenyum getir. “gak ada apaa-apa”
Ify menyerngit. “jujur aja. Gue gak ember kok. Lagi pula, gue bisa jaga rahasia. Gak usah takut lah kalo gue sampe bocorin rahasia loe.”
“nyokap gue nabrak orang”
Ify melongo “HAH?!!”
“nyokap gue gak konsen nyetir. Dan dia nabrak orang. Gak sengaja. Tapi orangnya gapapa kok Cuma luka ringan. Tapi, pas nyokap gue liat muka tuh cewek…mukanya kaya vero”
“ve,,,ro?”
Rio mengangguk. “cewek yang bikin gue punya phobia jatuh cinta dan phobia sama cewek”
Ify terdiam. Menunggu kelanjutan cerita rio.
“setelah gue cek, namanya prissy. Dia anak SMAK Stella Maris. Tapi yg gak abis fikir, kenapa muka dia sama vero persis banget? Apa itu yang namanya reinkarnasi?” rio menerawang.
“loe masih percaya tahayul aja sih? Mana ada reinkarnasi jaman sekarang. Loe aneh-aneh aja”
“awalnya gue emang gak yakin.tapi setelah gue browsing, gue jadi makin yakin kalo reinkarnasi itu ada. Nggak ada kan orang bisa semirip itu?”
“yo, walopun gue bodoh, tapi gue update kok ttg yang begituan. Loe tau nggak sih, ada 7 kembaran kita di dunia. Dan gue juga pernah ketemu orang yang persis banget sama sivia. Hampir 100% tanpa cacat. Cuma cara dandannya mereka aja beda. Dan kembaran sivia itu tinggal di rembang. Waktu itu, gue liburan kesana bareng sivia. Sivia aja nggak nyangka bisa ketemu kembaran kaya dia”
“kenapa jadi loe yang curhat?” rio terkekeh
“ish, dasar. gue kan Cuma mau kasih tau. Intinya, kita punya 7 kembaran di dunia ini. bukan berarti adanya reinkarnasi. Jangan percaya gtu, itu namanya musyrikk”
Rio mengangguk-angguk. “iya iya.”
“oke, kalo gitu intinya loe sekarang lagi galau? Dua kali loh, gue denger loe nyanyi lagu Day Dream itu. Dan selama itu, loe nggak sadar kalo gue ada disini?”
“hehe sory. Gue bener-bener gak tau”
“susah emang, kalo ketemu orang galau. Masih pagi lagi. Makin susah aja hahah”
Rio nyengir. Diam-diam, ia sedang mengontrol perasaannya lagi dan lagi. Sepertinya, ketakutan rio mulai terlihat.
----------------------------------
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar