Rabu, 29 Juni 2011

Untitled (Cerpen)

HAII SAYA PENULIS GAJE MEMBAWA CERPEEN :DD

* ini request dari temen sayaa, namanya sama kaya saya, Tasya .. kalo bisa di add juga FBnya :Natasya Chartaticha. buat Vonez Alvazacluv ato Kak Ivon, thanks udah bantuin ngasih ide, nyumbang beberapa paragraf juga disini #paragraf waktu di rumah sakit dia lhoooo# hahahaha

maaf yaak kalo agak frontal gituu akhirnya wkwkwk just story :))

silahkan di nikmatin. semoga suka. ini gajelas banget soalnya hehehe..

CEKIDOT



Pagi ini hari pertamaku bersekolah di SMA Vandroz, salah satu SMA terkenal di Jakarta. Sebelumnya, kenalin dulu nih. Namaku Natasya Kartika Wulandari., panggil aja Tasya. Jujur, sebenernya aku takut dengan MOS atau Masa Orientasi Siswa yang di gelar di SMA Vandroz ini, karena di TV tuh sering banget ada kejadian yang junior mati gara-gara seniornya lah, atau apalah, tapi segera aku tepis fikiran ini karena jam telah menunjukkan waktu 6.15 .

Aku bergegas menuruni anak tangga. Ku ambil setangkup roti dan berpamitan kepada kedua orangtuaku. Lalu ku sambar taasku yang sudah ku sediakan di sofa. Ku lihat kakakku, Alyssa sudah bersiap di depan pintu sambil memandangi arloji SEIKO silver miliknya.

“ayok, kak.” Sapaku sambil menepuk pelan lengannya. Kak Icha –panggilan akrabnya, langsung menuju mobil dan menstater mobil Suzuki swift warna merahnya. Aku pun segera naik dan tak lama kemudian meninggalkan pekarangan rumah.

Swift merah milik kak Icha yang baru di beli sebulan yang lalu melesat begitu cepat melewati jalanan Jakarta yang macet ini. Perjalanan hanya di tempuh 10 menit karena kak Icha sudah hafal betul jalan terobosan yang menghubungkan Jalan perumahan sampai ke sekolah. Kebetulan, aku dan kak Icha satu sekolah. Kakakku ini sudah menginjak kelas XII. Sedangkan aku siswa kelas X yang baru akan menjalani masa orientasi siswa hari ini.

Aku buru-buru turun saat mobil berhenti di parkiran. Kak icha yang cantik dan jakung itu ikut turun dari mobil. Ia mengambil jaket almamater SMA Vandroz yang berwarna ungu tua itu. Lalu memakainya. Aku hanya tertegun melihat betapa megahnya SMA ini. Ahh, sepertinya kak Icha terkenal juga disini. Banyak sekali yang menghampirinya, walaupun baru keluar dari mobil.

Aku memberi isyarat pada kak Icha, untuk berjalan duluan menuju kelas yang terlah di bagi pada madding. Anak-anak kelas X bergerombol melihat pengumuman di madding tersebut. Aku hanya bengong melihat keanarkisan(?) anak-anak kelas X ini. Ku putuskan untuk duduk di pinggir lapangan, sambil menunggu kedua sahabatku dari SMP yang juga sekolah disini.

Duk-duk-duk

Seseorang mendribble bola basket sendirian di tengah lapangan. Dengan gaya yang cool; jas almamater ungu khas SMA Vendroz yang ia sampirkan di bahunya dengan bantuan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mendribble bola basket. Aku tak bergeming sesaat, saat ia mendongakkan kepalanya. Peluhnya menetes menyusuri lekuk pelipisnya. Yang membuatnya terlihat sangat ‘WAH’.

Dia seorang laki-laki jakung yang berparas tampan. Berkulit putih dengan rambut rapi bak ‘Fandy Cristian’. Pakaiannya yang sengaja di keluarkan, sepatu snakers warna putih, dan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Membuatku sangat….ngefly!

Tiba-tiba seseorang membuyarkan pandanganku. “Hey, lo liatin apa, Sya?” Tanya seorang gadis berambut ikal dengan menenteng sebungkus chitato rasa sapi panggang yang tak lain dan tak bukan adalah sahabatku, Sania.

“eh engga, ngga liatin apa-apa, kok.” Jawabku tergugup.

“oh yaudah, lo udah liat madding?” Tanya Nuky, sahabatku yang satunya lagi, yang sibuk dengan BBnya.

“belum, lo berdua udah?”

“udah, kita sekelas, Sya. Masuk kelas X-2.”

Aku hanya manggut-manggut mendengarnya. Aku sedikit melirik kakak kelas—yang sepertinya salah satu anak OSIS di sini— yang tadi sibuk dengan basketnya. Tapi dia sudah tak ada disana. Ada sedikit kekecewaan di hatiku. Tapi, toh aku tak mengenalnya.

**

Jarum jam menunjukkan pukul 7.00 tapi belum ada satu pun para senior yang memasuki kelas ku. Aku duduk di barisan tengah, duduk dengan Sania. Sedangkan Nuky sibuk dengan teman barunya, Tiara.

Baru saja aku membatin, kapan para senior itu datang. Tak lama kemudian datanglah mereka. Jumlahnya 3 orang. Dan salah satunya adalah kakakku, kak Icha. Dan juga yang membuatku mau tak mau memelototkan mataku. Kakak osis yang tadi ada di lapangan!

“Hei adik-adik. Kenalkan, saya ketua osis disini. Nama saya Alvin Jonathan Sindunata. Dan ini adalah kedua wali gugus kalian, Alyssa dan Nandar. Saya harap, kalian dapat menjalani 3 hari Masa Orientasi Siswa dengan baik. Dan saya permisi dulu, ya.” Sapa seorang cowo chinesh yang memakai pakaian paling rapi di antara ketiganya.

Kak Icha melirik sebentar ke arahku, pasti dia sedang membatin, bisa mengerjaiku selama MOS, huhh. Dasar kakak yang tak berperi kemanusiaan!

“Hei adik-adik. Nama kakak Alyssa, tapi bisa kalian panggil Icha. Sedangkan di sebelah kakak ini, Ahmad Isnandar. Tapi kalian panggil saja dia Nandar. Oke kami butuh bantuan beberapa anak disini, siapa yang mau mencalonkan diri sebagai ketua gugus?” Tanya kak Icha.

Salah satu siswi dengan gaya yang modis, serta rambut ikal panjangnya yang di gerai mengacungkan telunjuknya sambil berkata. “Aku mau, kak.”

“Oke, nama kamu siapa?” Tanya kak Icha lembut.

“Nama ku Andien Yolanda Pertiwi. Panggil Andien aja.”

“Oh oke, kita butuh tiga calon, siapa lagi yang mau mencalonkan?”

Sania tersenyum licik ke arahku, “wah bau-bau ngga enak nih.” Gumamku saat melihat sania tersenyum penuh arti.

Tiba-tiba tanganku terangkat, Sania mengacungkan jari telunjukku. Aku melotot, “heh lo apa-apaan sih.” Kataku sambil menurunkan tanganku.

“Yah? Kamu yang angkat tangan tadi? Siapa namanya?” Tanya kak Icha pura-pura. Ihh ga banget deh.

“Eh engga kak, engga. Aku ga angkat tangan.” Elakku. Sedangkan Sania malah cekikian bersama Nuky.

“Gapapa, di coba dulu aja. Mungkin kamu bisa jadi ketua gugus disini.” Ucap kak Nandar angkat suara. Wah, aku seakan terhipnotis dengan kata-katanya. Lalu aku bergumam pelan, “Oke.”

“selanjutnya, ada yang mau mencalonkan dirinya sebagai ketua gugus?” Tanya kak Nandar. Karena tak ada yang mengangkat tangan, maka di suruhlah kami berdua —aku dan Andien— maju ke depan kelas. Mengadakan vote untuk memilih ketua gugus.

“dan yang menjadi ketua gugus adalah, Tasya.” Kata kak Icha dengan senyum penuh arti.

“hah? Aku, kak?”

Kak Nandar mengangguk, “selamat, ya. Kakak harap kamu mampu membantu kakak dan kak Icha menjalankan tugas sebagai wakil gugus ini”

Aku menggigit bibirku pelan, aku bisa ga jadi ketua? Masalahnya aku tak berpengalaman sama sekali menjadi ketua atau apalah. Aku hanya senang menjadi anggota.

Seakan bisa membaca fikirannku, kak Nandar bicara lagi. “Kalau kamu merasa butuh bantuan, hubungi aku atau kak Icha. Aku siap Bantu, kok.”

Dan aku pun kembali duduk di bangku dengan badan di penuhi keringat dingin. Aah, gara-gara Sania, ini!

**

2 hari berlalu …

Kak Icha dan Kak Nandar memberikan penjelasan tentang penutupan MOS kali ini. Penutupan MOS di adakan di puncak. Wah, senangnya. Sudah lama aku tak mengunjungi puncak.

Karena aku ketua gugus, maka aku yang di suruh menyampaikan pengumuman yang tadi di sampaikan oleh Kak Alvin, sang ketua osis. Awalnya cukup nervous, tapi kak Nandar membantuku menyampaikan pengumuman.

Rasanya sedekat ini dengannya, benar-benar berhasil membuat jantungku berdisco-ria. Tanganku menjadi dingin. Nervous itu semakin melandaku saat kak Nandar memberikan senyumannya padaku. Tapi aku segera membuang muka, sebelum kak Nandar bisa melihat semburat kemerahan pada pipiku ini.

Pukul 11.30, kami di pulangkan kerumah. Karena kami harus mempersiapkan segala keperluan untuk besok. Seperti membawa senter, jaket, obat-obatan apabila mempunyai penyakit. Serta beberapa baju, handuk, peralatan mandi, dll.

**

Aku meringkas beberapa barang bawaanku. Aku hanya membawa jaket, dua buah baju berlengan panjang, serta tak lupa i-pod nano yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi. Lalu ku masukkan minyak kayu putih, peralatan mandi, dan beberapa peralatan tulis. Untuk jaga-jaga saja apabila ada apa-apa.

Kak icha masuk ke kamarku sambil membawa sebuah novel berjudul ‘Jingga dan Senja’. Dan dengan seenaknya merebahkan dirinya di kasurku. “Hey, gimana jadi ketua? Enak? Haha.”

Aku menggembungkan pipiku, “Enak enak pala lo jadi kotak, kak! Nervous banget tau ngga sih. Lo juga sih. Ahhhhh rese pokoknya.” Gerutuku sambil menutup tas campingku yang sudah siap di meja belajarku.

“Hehe, Im sorry. Tapi seneng, kan?” Tanya kak Icha sambil menaik turunkan alisnya tanpa menoleh sedikitpun kearahku.

“seneng? Maksud lo?”

“Deket Nandar, haha.”

“Huuu sok tau.” Elakku. Sebenarnya jauh dari dalam lubuk hatiku masih bertanya-tanya, darimana kakak ku tau itu?

“Gausah muna, dek. Gue tau kok kalo lo suka sama Nandar. Kalo mau, gue bantuin.” Tawar kak Icha sambil terkekeh.

“Gausah sok tau deh kak. Udah udah sana pergi lo dari kamar gue hush hush.” Usirku yang terpaksa membuat Kak Icha hengkang dari kamar.

“Haha malu-malu diaa. Iya iya gue tau lo jaim. Oke oke good night adekku jeleek. Cepet tidur sono, Biar besok ga kesiangan.” Pamitnya sebelum keluar dari kamarku.

Aku langsung menutup pintu kamar dan berjalan kembali kearah kasurku. Sejenak ku pandangi jam dinding bercorak Tazmania di atas meja belajarku. Masih jam 10. dan aku sama sekali belum mengantuk. Maka ku putuskan untuk membaca novel yang ku pinjam dari Nuky kemarin.

**

“Tasyaa bangunnn!!” teriak mama sambil menggoyang-goyangkan tubuhku, “Mau berangkat jam berapa kamu, sya? Icha udah berangkat 10 menit yang lalu.” Kata mama lagi yang berhasil membuatku terbangun dari mimpi indahku.

Aku langsung mengedarkan pandanganku kea rah jam dinding Tazmania. Jam menunjukkan pukul 6.30 . sedangkan Bus sekolah berangkat jam 7. aku melompat dari tempat tidurku dan masuk ke kamarmandi.

“Ckckck, dasar, anak muda jaman sekarang.” Mama bergumam kecil lalu merapikan tempat tidurku.

Tak butuh waktu lama, aku hanya mandi sekitar 7 menit. Lalu berganti pakaian selama 3 menit. Jadi 10 menit waktuku untuk bersiap. Ku sisir rambutku dengan tangan kanan, sedangkan tangan kiriku sibuk membedaki wajahku.

6.45

Aku segera memakai sepatu reebok warna putihku, lalu menyambar tas camping yang bertengger rapi di kursi meja belajarku. Dan dengan terburu-buru langsung menuruni anak tangga dan berlari ke arah meja makan, hanya ada mama disana. Pasti papa udah berangkat.

Aku langsunng berpamitan dengan mama, lalu melesat ke garasi. Karena hanya ada motor Mio milik kak Icha yang tak di pakai, tanpa piker panjang aku menaikinya. Masa bodoh, mau di taruhh dimana nanti, yang penting aku bisa sampai di sekolah.

6.50

Aku mengendarai motor Mio sporty bitu itu dengan kecepatan tinggi. Tak peduli dengan kendaraan-kendaraan lain yang para pengemudinya sedang memaki-maki seorang gadis dengan jaket abu-abu mengendarai motornya dengan gila-gilaan. Siapa lagi kalau bukan aku.

6.55

Tak butuh waktu lama jika lewat jalan pintas, aku tiba di sekolah dalam waktu 5 menit. Untung saja tidak telat! Aku segera memarkirkan motorku di parkiran. Dan berlari kea rah lapangan yang sepertinya kak Alvin, sang ketos, selesai mengumumkan sesuatu. Anak-anak menaiki busnya masing-masing. Aku pun naik paling akhir di dalam bus itu.

Ku lihat, Sania telah duduk dengan Nuky. Ah sial. Aku duduk dengan siapa? Ku edarkan pandanganku di dalam bus. Dan aku lihat hanya ada satu tempat kosong disebelah KAK NANDAR!

Aku mendekati kak Nandar dengan ragu. “Kak, sendirian, kan? Boleh duduk disini ga? Soalnya udah penuh yang lainnya.” Lirihku yang tak berani menatap kak Nandar.

“Boleh kok, dek. Kamu di sini ato di deket jendela?” Tanya nya ramah.

“di deket jendela aja deh kak. Makasih ya.” Ucapku sambil duduk di sampingnya.

“Kok telat?” Tanya kak Nandar.

“iya kak, aku kesiangan tadi. Hehe.” Jawabku sambil nyengir.

“Oh gitu. Untung kamu dapet osis yang baik kaya aku, dek. Kalo ga gitu pasti kamu di marahin.”

“eh hehe iya kak.” Entah mengapa aku sedikit agak canggung berbicara dengan kak Nandar menggunakan bahasa aku-kamu. Kesannya bener-bener formal banget.

“Kamu adekknya kak Icha?” Tanya kak Nandar lagi.

“Iya kak, kok tau?”

“Iya di bilangin aja sama kak Icha.”

“Kok panggil kak Icha ‘kak’ sih kak?”

“Kan aku masih kelas XI dek.”

“Oh gitu. Ku kira kelas XII juga kaya kak Icha.”

”Emang muka ku kelihatan tua banget, ya? Aduh kecakepan ku ilang dong!”

“Yaa engga sih kak. Haha kakak mah narsis banget euy.”

“Ya emang begitu lah aku, dek. Jangan kaget. Hehe.”

Keadaan menjadi hening sesaat. Sebelum aku kembali bicara, ternyata Kak Nandar mengawali pembicaraan kami yang MAKIN GA JELAS.

“Dek. Boleh Tanya gak?”

“Tanya aja kali kak.”

“Harga cabe sekilo berapa sih?”

“HAH?” aku cengo mendengar pertanyaan kak Nandar. Lalu tak lama kemudian aku tertawa geli. “Ada-ada aja sih kak hahaha.”

“hehe. Biasa lagi kumat dek. Abis gak ada topic pembicaraan sih.”

“nyeeh. Ada-ada aja si kakak. Gimana gombal-gombalan aja, kak?”

“boleh boleh. Dari pada ga ada topic. Kamu duluan gih.”

“ehmmm.. kakak tadi pagi makan apaan sih?”

“ga makan apa-apa dek. Kenapa emangnya?”

“kebanyakan makan gula ngga sih kak? Kok muka kakak manis banget, sampe-sampe semut betah banget di muka kakak. Hahahaha.”

“whahahaha. Ayo gantian aku ya. Kamu suka ganja ya dek?”

“Hah?? Ya gak lah! Ada-ada aja”

“Tapi kenapa wajahmu selalu membuatku ngefly? Huahahaha.”

“Geje seru kakak ini haha. Oke aku lagi. Kak, kok pelangi bentuknya Cuma stengah lingakaran sih kak?”

“Kan emang kaya gitu, dek.”

“salah! Soalnya setengah lingkarannya lagi ada di mata kamu kak. Ckakakakak.”

“Hhahaha sumpah makin gajelas. Oke aku lagi. Dek bapak kamu atlit renang ya?”

“NGga tuh emang kenapa?”

“Kok kamu suka berenang renang di hatiku sih.”

“Huahahaha udah kak udah. Ga berenti ngakak nih aku. Wkakakak. Kakak gaje juga ya hahah.”

“Satu gombalan lagi deh. Ayok dek kamuu.”

“Oke ini yang terakhir ya. Kakak mantan pemain sepak bola ya?”

“ngga tuh. Emang kenapa?”

“Kok bisa jebolin hati aku sihhh huakakakakak.”

“hahahahah udah udah ya maen gombal-gombalannya. Makin ga jelas ini. Hahaha.”

Dan kami pun mengobrol seadanya saja ~

**

(SKIP)

3 jam perjalanan kami tempuh dengan candaan ringan. Ku kira kak Nandar tuh agak cuek dan ngga peduli gitu. Ternyata dia orangnya gokil dan lebih ‘gajelas’ dari pada sahabat-sahabatku, atau bahkan kak icha. Dan dia makin meyakinkanku kalau aku suka dengannya…

Aku mengabsen anak-anak di bus X-2 . lalu membagi kelompok . aku, sania, nuky dan tiara satu kelompok. Setelah membagi kelompok, aku pun turun dari bus dan memasang tenda.

“Mau di bantuin?” Tanya seseorang yang mempunyai suara berat dari belakangku.

“Eh, kak Nandar, boleh kak. Lagian kami juga agak susah bikin tendanya.” Jawab Sania.

“Oke…”

Kak Nandar dengan lihainya membenarkan tendaku. Tak butuh waktu lama, hanya 15 menit tenda itu berhasil di bangun.

“Kakak pinjem Tasya bentar ya?” ijin kak Nandar.

“Ciee… pinjem-pinjem segala. Udah sana ga apa apa kok kak. Ga usah di kembaliin juga ga apapa. Bawa pulang juga boleh tasya nya. Haha.” Ujar Nuky sambil terkekeh.

“sial lo!” umpatku sambil menoyor Nuky.

“HEHE piss. Udah san asana.” Usir Nuky.

Kak Nandar pun berjalan mendahului ku. Aku hanya mengekor di belakangnya saja. Tibalah kami di sebuah danau.

“Duduk disitu yuk.” Ajak kak Nandar sambil menunjuk kearah pinggir danau. Aku hanya mengangguk dan mengikutinya.

Kami duduk disana. Angin sepoi sepoi menerbangkan helai rambutku. Kak Nandar pun mengawali pembicaraan, seperti biasanya.

“Hmm dek. Kamu percaya gak cinta pada pandangan pertama?”

Dag dig dug DHUEERRR . rasanya jantungku melompat-lompat. Ingin rasanya ku berteriak “itu juga yang gue rasain ke elo kak!!”

“Ehm.. percaya percaya aja sih kak.”

“Oh gitu.. hmm. Kalo misalnya langsung nembak gitu kira-kira di terima ngga, sih?”

“ehhh ya kurang tau sih kak. Kalo yang di sukai pada pandangan pertama juga ngerasain hal yang sama mah, pasti di terima.” Jawabku sedikit gugup. Entah ada perasaan yang menohokku. Sedikt sakit.

“Oh gitu ya. Hmm yaudah deh. Hehe. Eh disini pemandangannya bagus ya.” Kata kak Nandar sambil memandangi pemandangan di sekitar sana.

“Iya kak, bagus banget.”

Kamipun hanyut dalam pembicaraan sore itu.

**

Malamnya, di adakan pesta api unggun serta acara membakar jagung. Bagian favoritku tuh waktu anak-anak para peserta MOS balik ngerjain anak-anak OSIS. Yaa walaupun hanya di suruh menyanyi, menjoget, membaca puisi atau merayu lawan jenisnya, tapi seenggaknya bisa ngerjain balik anak-anak OSIS bisa memuaskan kami :p

Sampai pada saat kak Nandar di kerjai oleh Nuky. Kak Nandar mendekatiku. Duduk di atas rumput sambil membawa bunga untukku #posisinya kaya orang mau ngelamar gitu#

“Kamu mau gak jadi pacar aku?”

Heh? ini mimpi atau apa? Ini beneran di tembak ato emang pura-pura?

“Aku suka kamu, saat prtama kali aku liat kamu. Aku sayang kamu, saat pertama kali kita berbicara. Dan aku cinta kamu, saat ini dan sampai nanti. Sya, would you be my girl?”

Sebelum aku menjawab, kak Nandar bersenandung lirih.

Mimpikah aku kau ada disampingku

Yang selama ini jauh dari genggamanku

Aku pesimis merasa ini takkan mungkin

Berharap ini bukan cinta sesaatmu

Mungkin aku tak setampan romeo

Aku juga tak bergelimang harta

Namun tak ku sangka dapatkan dirimu

Yang lebih indah dari seorang juliette

Engkau kini bagaikan putri yang terindah

Menghiasi bunga ditaman jiwaku

Ku sadari banyak yang inginkan kamu

Berharap kamu untuk aku selamanya

“kak, ga lucu tau.” Kataku sambil melepaskan tangan ku yang sedari tadi kak Nandar genggam.

“aku serius, sya. kamu mau jadi pacar aku gak?”

Sontak seluruh anak-anak kelas X, anakanak OSIS menyorakiku. “TERIMA TERIMA TERIMA”

Dan dengan senang hati aku bilang, ”Ya, aku mau kak.”

Dan sejak kejadian itu. Aku dan kak Nandar berpacaran.

**

Hari ini hari pertamaku masuk sekolah menggunakan seragam SMA Vendroz berwarna Ungu kotak-kotak. Kak Nandar juga perhatian banget padaku. Dan aku menarik kesimpulan, bahwa aku memang tak salah pilih pacar.

Setiap istirahat kak Nandar selalu menjemputku di kelas. Mengajakku ke kantin bersama. Menyuapiku. Ahhh, dia benar-benar perhatian padaku. Dia selalu menjemputku ke sekolah. Mengantarkanku pulang. Menemaniku jalan-jalan. Mendengarkan ocehan-ocehanku yang tak penting. Dan lain lain

Aku menjalani hubungan ini selama 2 minggu. Tapi setelah itu, aku merasa kak Nandar berbeda. Dia menjauhiku. Menghilang dari peredaran. Tak pernah lagi menjemputku, menghampiriku kekelas. Membalas sms saja Cuma ‘ya’ ‘nggak’ ‘oke’ ‘sip’.

Aku itu pacarnya ato apa, sih?

Minggu ke 3, masih ga ada kepastian. Dia sibuk dengan ekskul basketnya. Apalagi kata anak-anak dia di tunjuk menjadi kapten basket. Aku makin sebal. Waktu ku dengannya berkurang. Sms aja jarang banget. Setiap di ajak jalan selalu ngga bisa, alesannya sibuk. Segitu tak pentingkah aku buatnya?

**

“halo” sapa seseorang di seberang telefon.

“kak, aku pengen ngomo—.”

“ntar aja ya. Aku masih sib—.”

“Kak, kasih aku waktu buat ngomong dong kak! Kakak anggep aku ini apa sih? Pacar apa pembantu? Atau kakak anggep aku patung? Kakak tau ga sih, kakak itu ngediemin aku berapa lama? Kakak tuh gak kaya dulu tau nggak! Kakak sekarang Cuma ngurus basket basket mulu!”

“ya tolong ngertiin aku dong dek—.”

“ngertiin? Kurang ngertiin gimana sih kak aku ini? Apa cewe-cewe lain bisa sesabar aku, ga di hubungin hamper 2 minggu. Tau ngga sih kak perasaan ku gimana? Sakit kak, hiks hiks.” Aku mulai terisak.

“sekarang aku hubungin kakak kaya hubungin artis aja sih kak? Jarang di angkat, jarang di respon. Jarang di bales.”

“dek..”

“kakak udah buat aku jatuh cinta terlalu dalam buat kakak. Dan sekarang dengan gampangnya kakak campakkin aku, gitu? Piker dong kak perasaan ku itu gimana. Jangan Cuma mikirin kakak aja. Pikirin aku juga!”

Cukup lama aku terisak, dan cukup lama juga kak Nandar diam. Sekitar 5 menit kemudian, kak Nandar membuka suara. “Aku pengen ketemu. Di taman komplek rumah kamu, jam 3 sore.”

**

Hari ini jam 3 sore adalah hari yang mendebarkan untukku. aku akan bertemu dengan kekasih yang sudah 2 minggu ini membuatku gundah gulana. Dia berhasil membuatku tak berdaya.

Aku berjalan menuju taman komplek rumahku, tempat dimana aku akan menentukan kelanjutan hubunganku. Iya kelanjutan hubunganku. Aku sudah semakin ragu dengan hubungan ini.

"Kak.." panggilku. Kak nandar telah lebih dulu samapi di tempat perjanjian kami.

"Sya aku..."

"kak, aku mohon beri aku kejelasan. aku bisa mati perlahan jika terus di hadapkan dengan keadaan ini"

"maaf Sya.."

"bilang maaf itu gampang kak. tapi menyembuhkan hati yang sudah terlanjur luka ini sulit" ujarku, tatapanku lurus kedepan.

"sya.." kak nandar menggenggam tanganku, tapi aku diam saja.

"aku salah sama kamu.. aku terlalu sibuk dengan segala kegiatan aku, tapi sya aku hanya ingin sedikit meminta pengertian kamu" ujar kak nandar.

aku tak bergeming. diam. itulah yang aku lakukan. aku kaku. aku bingung.

"Sya..aku minta maaf.." ucap kak nandar lagi. dia merengkuhku dalam pelukannya, namun aku tepiskan. dia tersentak.

"Apa gak cukup selama ini pengertian yang aku berikan, kak? Aku yang selalu mengalah. aku yang selalu mengerti. aku yang selalu terus bersabar" air mata mulai turun dari pipiku.

"Sekarang kamu minta aku untuk mengerti lagi.." aku kesal dengan perkataan kak nandar.

"sya.." sekali lagi dia menggenggam tanganku.

aku menepisnya, aku bangkit dari posisiku. saat itu suasana mendung semendung hatiku. perlahan hujan mulai turun, membasahi seluruh isi alam. aku terdiam pada posisiku. kak nandar pun diam. kami hening di tengah derasnya hujan.

"AKU BENCI DENGAN KEADAAN INI" tiba-tiba aku berteriak. aku menatap langit, aku biarkan hujan membasahi wajahku, membiarkan hujan bersatu dengan airmataku. "Syaaaaaa..." suara kak nandar memanggilku di tengah derasnya hujan.

"MAAF SYA..." Teriaknya lagi, suara berpacu dengan derasnya air hujan.

"GAK ADA YANG PERLU DI MAAFIN. HANYA WAKTU YANG BISA MENJAWAB SEMUANYA" aku membalas teriakan kak nandar.

"ENGGAK SYA...AKU YANG SALAH.."

"WAKTU YANG SALAH KAK. WAKTU YANG MEMPERTEMUKAN KITA, WAKTU YANG MEMBUAT KITA MERASAKAN PERASAAN INI, WAKTU YANG MEMBUAT KITA MENGALAMI SEMUA INI, WAKTU YANG MEMBUAT SEMUA INI TERJADI" teriakku lagi. Hujan semakin deras, namun itu tak ku perdulikan.

Aku tak bisa lagi membedakan mana air hujan dan mana air mataku. Mereka menyatu seperti mendukung setiap perkataanku.

"JANGAN KAMU SALAHIN WAKTU SYA.. AKU YANG SALAH. AKU YANG BODOH, AKU YANG GAK PEKA, AKU YANG TIDAK PERNAH MENSYUKURI KEHADIRANMU. MAAF SYA."

"AKU CAPEK KAK, AKU LELAH. BIARKAN SANG WAKTU JUGA YANG MENJAWAB SEMUANYA KAK." Setelah itu aku berlari, aku meninggalkan kak nandar yang masih terus berdiam di posisinya. Aku tak memperdulikan tubuhku yang sudah sangat basah. Aku berlari di tengah hujan. Mencoba membiarkan hujan membawa semua rasa ini, membawa sakit ini.

"Maaf sya, maaf," kak nandar masih terus menggumamkan kata maaf. Matanya terus menatap tubuhku yang mulai menghilang dari pandangannya.

**

Hari ini aku sangat enggan melangkahkan kakiku menuju gerbang SMA Vandroz. Aku seperti mayat hidup yang sedang mencoba menentukan kelangsungan hidupku. Aku tak sanggup jika harus bertemu dengan kak nandar. Perih yang kurasakan masih tersisa. Batin ku terus bergejolak jika mengingat semua perlakuannya padaku. Tapi dalam hati kecilku akau sangat merindukannya.

Dengan enggan aku berjalan menuju kelas. Ku lihat perubahan ekspresi wajah sahabat-sahabatku saat aku masuk kedalam kelas.

“Sya, lo gapapa? Kok pucet banget?” Tanya Nuky khawatir.

“Gue gapapa kok.” Jawabku berusaha tersenyum.

“Sya, badan lo panas banget. Lo beneran gapapa?” Tanya Sania lebih khawatir lagi sambil memegangi dahiku.

Aku menurunkan tangan sania yang terus meraba-raba dahiku. “gue gapapa guys. Tapi gue mau cerita, boleh?” Tanya ku yang lalu duduk di depan sania. Nuky duduk disebelahku.

“Boleh, sya. cerita aja.” Kata Sania lembut.

Aku pun menceritakan masalahku kemarin dengan kak nandar. Dan mereka langsung merubah raut muka mereka jadi serius.

“saran gue sih, mending lo putusin dia aja sya.” kata Nuky sambil merenggangkan otot-ototnya.

“ga bisa gitu juga dong, Ky. Masa main putus aja. Kan kak Nandar tuh beneran sibuk. Kalo mereka putus, sama aja mereka sakit hati dua kali. Udah jatoh ketimpa tangga. Abis marahan hebat ehhh malah putus, pikirin perasaan masing-masing juga lah. Kalian masih saling sayang kan?” Tanya Sania padaku.

Aku bimbang. Di satu sisi aku memang masih sangat menyayanginya. Tapi di satu sisi lainnya, aku juga sakit hati atas perlakuannya, aku kecewa sama dia.

“gue… gue gat au.” Jawabku lirih.

“sekarang lo fikir dalem-dalem dulu. Gimana perasaan lo ke dia sekarang. Apa lo udah nyerah? Hey, berani mencintai, juga harus berani disakiti. Gue yakin tuhan punya rencana yg indah di balik ini semua.” Kata Sania.

“Iya San. Thanks ya. Kalian sahabat gue yang paling bisa ngertiin gue.”

Bel berbunyi menandakan kan segera dimulainya pelajaran. Kami kembali ke bangku masing2.

**

Aku berjalan menyusri koridor sekolah, kau menuju kelas kak icha. Aku ingin mengatakan padanya aku tak bisa pulang bareng dia. Hatiku ketar ketir ketika melewati kelas kak nandar. Aku takut jika bertemu dengannya, aku belum siap.

Hal yang aku khawatirkana sedari tadi terjadi juga, aku melihat kak nandar berjalan ke arahku, aku ingin berbalik, tetapi hati kecilku berbisik untuk terus melangkah. Aku mantapakan hatiku, aku terus melangkah. kami begitu dekat, tapi aku tak berani melihatnya, hatiku bergejolak. Dia juga tak menatapku sepertinya. Kami hening ketika berpapasan. Aku percepat langkah ku menuju kelas kak ica..

(SKIP)

hari ini hari kedua aku menghindar dari kak nandar. batinku belum siap kau terus menghindar darinya, di kantin, setiap berpapasan dengannya, aku terus menghindar. aku kini berada di depan gerbang sekolahku menunggu taksi yang sedari tadi tak kunjung datang.

"sya..." tiba-tiba ada suara memanggilku dan menggenggam tanganku, aku menoleh.

"kita perlu bicara.." lanjut kak nandar, orang yang menggenggam tanganku tadi.

"aku rasa gak ada yg perlu di bicarain lagi kak, semua udah cukup jelas di taman kemarin." jawabku dingin, aku menepis kasar tangan kak nandar.

"tapi sya, aku gak bisa gini terus.." ujar kak nandar, wajahnya sedikit menghiba.

"terus aku harus gimana??" tanyaku.

"apa karena kita yang terlalu cepat memulai ini semua, kak?! apa aku harus kembali menjalani hubungan yang membuat hatiku hancur, lalu kembali mengulangi setiap kejadian yang menggoreskan luka yang dalam di hatiku ini.."

"itu maksud kaka?!" nada suara ku mulai meninggi.

"enggak sya, aku akan berubah, aku sayang kamu.."ucap kak nandar tulus.

"aku belum bisa kak, luka yang kakak berikan belum kering, aku gak sanggup untuk menambah luka lagi." lalu aku menyetop sebuah taksi yang tiba-tiba muncul di depanku. Aku buru-buru menaiki taksi itu.

"TASYA...." masih sedikit terdengar suara kak nandar meneriakan namaku. Tapi aku tidak perduli, luka hatiku belum kering.

Kak nandar kemudian mengambil motornya yang masih berada di parkiran sekolah. Dia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, Sepertinya dia berusaha mengejarku.

Tapi malang tak dapat di elakkan, ketika kak nandar berusaha mendahului mobil yang berada didepannya, ada sebuah truk dengan kecepatan tinggi melaju ke arahnya, kak nandar yang sudah terlanjur masuk jalur yang salah tidak bisa mengelak.

"PYAAAAR...BRAAAAK.." truk itu menghantam motor kak nandar begitu kuat, tubuh kak nandar terlempar. Darah segar mengalir dari dahinya, lalu dia pingsan.

"PRAAAANG" aku menjatuhkan sebuah piring yang tengah aku bersihkan. Aku memegang dadaku yang tiba-tiba terasa sakit.

'ada apa ini' batinku.

KRIIIIING....

Bunyi telefon membuyarkan lamunanku. Aku segera berlari ke arah telefon.

"ENGGAAK...ITU GAK MUNGIN.." aku berteriak setelah mendengar suara orang di seberang telefon. Aku jatuhkan begitu saja gagang telfon dari genggamanku.

"kenpa Sya?" tanya kak icha yang kaget mendengar teriakanku.

"KAK NANDAR...." teriak ku, aku tak memperdulikan pertanyaan kak ica. Pikiranku kini di penuhi kak nandar.

Segera aku sambar kunci mobil yang berada di atas bifet. Satu-satunya yang aku pikirkan adalah kak nandar. Aku harus segera ke tempat kak nandar.

**

Aku setengah berlari menyusuri koridor Rumah Sakit Citra Medhika. Ku cari ruangan ICU yang terletak di lantai 2. setelah aku sampai disana, ku lihat kak Nandar terbaring lemah dengan badan yang penuh dengan perban, juga alat Bantu pernafasan.

“Sya,” seseorang menepuk pundakku pelan.

Aku menoleh ke belakang, dan ku lihat kak Alvin tengah berdiri dibelakangku. “Dia kritis, demi lo.” Lanjutnya.

“jangan seolah-olah kakak nyudutin gue gitu dong kak.” Kataku sambil terisak.

“tapi kenyataannya emang gitu. Dia ngejar lo. Gue ada di tempat kejadian. Sebelum dia pingsan dia terus sebut-sebut nama lo, sya.”

“pliss kak, udah, udah. Gue ga mau denger itu lagii.” Kataku histeris.

Kak Alvin menarikku dalam pelukannya. “tenang, sya. gue yakin kalo Nandar gak akan kenapa-napa.”

Aku pun menangis tersedu-sedu di dalam dekapan kak Alvin.

Setelah aku mulai tenang, aku melepas dekapan kak Alvin. Lalu aku masuk kedalam ruangan ICU Kak Nandar. Hatiku miris melihat pujaan hatiku ini sekarang terbujur lemah penuh luka. Di tangan, kaki, kepala. Dan ku harap dia baik-baik saja.

“kak, ini aku kak, Tasya.” Lirihku saat beraada di sebelahnya.

“kak, bangun dong kak. Kakak ngga boleh ninggalin Tasya, kak. Kakak bilang, kakak sayang sama Tasya. Bangun dong kak.” Ujarku menahan tangis.

“kak, aku sayang banget sama kakak. Kemarin aku nepis semua perasaan itu, kak. Aku coba benci kakak, ngehindar dari kakak. Tapi nyatanya aku ngga bisa. Aku selalu kangen kakak. Aku ngga pengen jauh-jauh dari kakak. Dan aku sadar aku juga ngga mau kehilangan kakak.” Tetesan air mata mulai membasahi pipiku lagi.

Setelah hamper 10 menit aku di dalam sana, aku memutuskan untuk keluar. Aku mendekati kak Nandar, mencium keningnya.

Tanpa sadar air mataku ini menetes menyusuri lekuk pipi kak nandar.

“ja…ngan..na..ngis…” aku terbelalak kaget, saat mengetahui yang bicara barusan adalah kak nandar.

“kakak…” lirihku sambil mendekatinya.

“ma…af..in..ka…kak…ya..sya…”

“ngga kak, kakak ngga salah. Aku yang salah kak. Aku yang ngebuat kakak jadi kaya gini.. aku ya—.”

“ssst…u..dah…i..ni…tak…dir…sya..b..bukan…saa..lah…ka…mu” kak Nandar meletakkan telunjukknya di bibirku.

Kami saling menatap, berusaha membaca apa yang ada dalam mata kami masing-masing.

"ki..ta..mu..lai..da..ri..aw..al..ya..sya.." ucap kak nandar terbata-bata.

"a..ku..sa..ya..ng..ka..mu.." lanjutnya.

"aku juga sayang sama kakak, melebihi apapun" aku lalu memeluk erat kak nandar. damai. batinku begitu damai berada di pelukannya.

"sya.." panggil kak nandar.

aku langsung melepaskan pelukanku aku menatap wajahnya. "ka..kak..ak.an.. be..ru..bah..sya."

"iya kak..." ucap ku.

Mata kami kembali beradu, lama aku menatap mata kak nandar. Entah mendapat keberanian dari mana aku dektakan wajahnku pada wajah kak nandar. Jarak kami kini begitu dekat. perlahan namun pasti aku pejamkan mataku, lalu ku kecup pelahan bibirnya. Dan tak ku biarkan ada jarak memisahkan kami.

"aku selalu sayang kakak" ujarku begitu melepaskan bibirku darinya. Kak nadar tersenyum sangat manis padaku, senyum yang membuat aku terpesona padanya. Aku kembali memeluknya.

Aku bahagia sekarang, ternyata selama ini aku tidak salah memilih. Tuhan telah memberikan yang terbaik untukku. Hanya kami saja yang masih terlalu egois. Kini aku akan berusaha selalu memberi suport pada kak nandar, selalu berada di sampingnya. sekarang dan seterusnya aku menyadari aku lemah tanpanya.

Dan sejak kejadian itu, kak nandar benar-benar berubah. Dia makin perhatian padaku. Dia juga selalu ada saat aku butuh. Dan aku memang yakin, di balik semua cobaan, Tuhan punya rencana indah di balik itu semua :’)

************************************

oke saya ucapkan terimakasih sebesar22nya kepada kak ivon. karena telah membantu saya menyelesaikan cerpen ini. daaaan buat Tasya, serta pemain22 yg lain semoga suka :b


Tidak ada komentar:

Posting Komentar