Selasa, 28 Juni 2011

Almost Soulmate -Part 1-

oke ini part 1 nya. semoga memuaskan. karena kemungkinan saya cuma bisa ngepost seminggu dua kali saja. itu pun kalo ada mood :P

oke oke

selamat membaca

************************

Tap tap tap

Suara langkah kaki seorang pria memecah keheningan di lobby sebuah kantor perusahaan rekaman. Pemuda di balik balutan jas warna coklat itu menghentikan langkah nya saat mendapati apa yang ia cari berada di lobby kantor tempat ia bekerja itu.

“hey, udah lama?” tanya pria itu sambil duduk di depan dua orang pria yang membawa 2 koper besar tersebut.

“barusan. Ada apa, sih? Kok suruh kita buru-buru balik? Padahal pengen wisata kuliner disana.” Ujar seseorang bermata belo yang tak lain adalah Deva.

“ada project baru dari produser. Ada penyanyi baru yang harus di seleksi. Dan boss percaya sama lo, Yo.” Ucap pria yang memiliki senyuman maut yang dapat membuat para wanita luluh di hadapannya.

“kok gue? Kenapa gak penyanyi yang lebih senior?” tanya Rio heran.

Pria di depannya, sang music director, yang bernama Obiet mengangkat bahunya. “bukannya itu bagus? Itu berarti boss percaya sama lo, kan?”

“bener juga kata Obiet, Yo. Ini kesempatan lo biar lo lebih di perhatiin sama si boss.” Sahut Deva sambil tersenyum penuh arti.

“ihh, gue jadi artis, jadi penyanyi, Cuma pengen nyari seseorang. Bukan mengejar ketenaran. Inget itu.” Nada bicara Rio jadi serius.

Deva menelan ludah, merasa telah menyinggung perasaan sahabatnya itu. “sora sora. Hehe. Terus, ada berapa orang yang kita audisi, Biet?” tanya Deva mengalihkan pembicaraaan.

“ada 2 orang. Dan itu pilihan boss sendiri. Lo harus pilih salah satu antara mereka. Dan setelah lo nyeleksi penyanyi baru, lo nyeleksi anggota band baru. Hari kamis, sih.”

“hari Kamis bukannya gue ada acara pensi di SMA 70 ?” tanya Rio pada Deva.

“yaps, dan disitu lo akan di suguhin sama band-band baru. Ada 3 band. Dan lo pilih satu band yang paling berkualitas, biar di orbitin sekalian sama boss.” Jelas Obiet.

Rio dan Deva hanya manggut-manggut.

“mending kalian istirahat dulu, deh. Ntar jam 4 balik ke sini lagi soalnya. Penyeleksian penyanyi. Ntar gue hubungin lo lagi aja, deh. Gue juga harus balik kerja juga. Hehe.” Obiet menarik kedua ujung bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman.

“yaudah. Gue balik dulu, ya. See ya.” Rio bangkit dari duduknya lalu beranjak dari lobby dengan Deva yang mengekori nya.

**

Jakarta sedang di guyur hujan, namun tak menyurutkan semangat 45 milik gadis berambut ikal panjang ini. Di dampingi dengan seorang pria di sampingnya, dia tetap berjalan dengan jas hujan yang membungkus badan mereka.

“mas, ini ya?” tanya gadis itu polos sambil menunjuk sebuah kertas dan sebuah bangunan tinggi menjulang secara bersamaan.

Pria yang bersama nya tadi mengambil kertas itu dan membacanya, lalu ia menghampiri satpam yang ada di depan bangunan itu.

“pak, apa benar ini alamat kantor ini?” tanya pria itu sambil menunjukkan kertas yang ia bawa.

“benar, mas. Ada apa ya?”

“kami akan ikut seleksi menyanyi disini, pak. Dan kata pak Alvin, kami disuruh langsung ke studio saja. Boleh kah kami masuk?” sahut Icha sedikit canggung.

“ohh boleh mas, silahkan silahkan.”

Icha tersenyum senang dan mengikuti satpam itu ke dalam kantor. Sedangkan pria tadi hanya mengekor di belakangnya.

“ohiya mas, mbak, jas hujannya boleh di lepas dulu? Nanti saya keringkan dulu.” Ujar satpam itu.

“oh iya, pak,” icha dan pria tadi melepas jas hujan mereka dan memberikannya kepada satpam.

Satpam membisikkan sesuatu pada resepsionis, resepsionis mengangguk mengerti.

“mari mbak, mas, saya antar ke studio.” Ucap resepsionis itu ramah.

“eh? Iya mbak.” Ujar icha yang sadar dari keterkagumannya terhadap kantor ini.

Resepsionis itu menuntun mereka hingga sampai ke sebuah studio. Jam menunjukkan pukul 4 sore. Dan disana telah ada seorang gadis duduk di sofa berwarna putih dengan raut wajah harap-harap cemas.

Icha masuk ke dalam ditemani dengan pria yang ia anggap sebagai kakaknya itu. “mas, aku grogi iniihh..” bisiknya.

“udah, gak usah grogi. Rileks aja, cha. Lagi pula, kamu udah berkali-kali nyanyi di depan umum kan??”

Icha mengangguk sambil menatap Debo, mas-nya itu dengan tatapan cemas. “aku takut, mas huh.”

“udah, kamu pasti bisa, kok.”

Seseorang yang tengah duduk bersandar pada kursi kerjanya berdehem pelan. Tapi cukup membuat gadis-gadis yang duduk di sofa terpelonjak kaget.

“sudah kumpul semua?” tanya suara baritone itu tanpa melepas kacamata hitamnya.

“udah, kak.” Jawab seseorang.

“oke, di mulai dari…. ashilla. Silahkan ikut ke dalam ruang kerja saya.” Ujar pria yang ternyata adalah Rio tadi.

Seorang gadis berambut hitam lurus panjang itu masuk dengan senyum mengembang di wajahnya. Dari tempat duduknnya, Icha tersenyum miris, sambil terus berkomat-kkamit.

Gadis bernama Ashilla tadi masuk ke dalam studio yang di maksud dengan ‘ruang kerja’ oleh Rio.

“Ashilla? Intro please.” Ujar Rio sambil membaca biodata Ashilla.

“nama saya Ashilla Zahrantiara, biasa di panggil Shilla. Sekolah di SMA Citra Bangsa, kelas 2 SMA.” Ujarnya.

“hmm oke. Silahkan mulai bernyanyi.”

“ehmm…” shilla berdehem sebentar lalu melirik ke arah Rio. Rio yang nampak tak acuh dengan Shilla hanya sabar menunggu gadis di depannya ini bernyanyi.

“Sejak ia pergi dari hidupku ku merasa sepi

Dia tinggalkan ku sendiri disini tanpa satu yang pasti

Aku tak tau harus bagaimana

Aku merasa tiada berkawan

Selain dirimu selain cintamu

Kirim aku malaikatmu biar jadi kawan hidupku

Dan tunjukkan jalan yang memang kau pilihkan untukku

Kirim aku malaikatmu karna ku sepi berada disini

Dan di dunia ini aku tak mau sendiri”

Shilla menyelesaikan lagunya sambil curi-curi pandang ke Rio yang ekspresinya tak berubah sama sekali. Tak terkejut, kagum, atau yang lainnya.

“oke, panggilkan peserta nomor dua, ya. Alyssa saufika umari.” Katanya datar sambil mencoret-coret sesuatu di tangannya.

“ihh jutek banget” umpat Shilla sambil berlalu.

“gimana Yo? Dia bagus?” tanya Deva memasuki ruangan Rio.

Rio menggeleng. “Cuma dari fisik dan penampilannya dia dapet. Soal soara, nol besar lah.”

“masih ada satu lagi, Yo. Dan kayanya dia 180 derajat bedanya sama cewek yang barusan masuk tadi.”

Rio memincingkan matanya, “suruh masuk cepetan.”

Deva mengangguk, lalu memanggil gadis bernama Alyssa tersebut. Dengan takut, icha masuk ke dalam sana, dan tak lupa terlebih dulu berdoa dan meminta dukungan oleh Debo.

“kamu alyssa? “ tanya Rio to the point.

“iya, mas.”

“mas mas mas mas. Saya Rio. Bukan ‘mas’ kamu!” jutek Rio.

“eh emm iya, maaf.”

Rio melihat ada sesuatu yang beda dengan gadis di hadapannya ini. Mengenakan kemeja warna putih kotak-kotak dan celana jeans pensil warna coklat. Sangat sederhana, di banding Shilla yang mengenakan dress dan memakai riasan yang mencolok.

“siapa nama panggilan kamu?”

“icha,” jawab icha pelan.

“oh. Yasudah, silahkan mulai.”

“mulai ngapain ya?”

Gubrak! Nih anak lemot, oon ato apa, sih? Batin Rio jengkel.

“nyanyi lah! Masa ngepel!” jawab Rio sewot.

“eehh i-iya mas. Iya.”

Icha diam sebentar, mengatur nafasnya agar tak salah melafalkan nada. Lalu menarik nafasnya dalam-dalam.

“Suatu malam tak berawan

Tiada bulan tanpa suara

Hanya satu bintang kejora berbisik

Menyapa hatiku

Bila saja hati ini hanya ingin teman semata

Betapa hanya kau yang di hati

Sahabat kecilku dulu

Walau lama tak berjumpa namun selalu kau ada

Membuat sebuah dunia terindah yang pernah ada

Bila hatiku gembira

Dan ingin ku bagikannya Hanya dia saja seorang

Walau tak ada

Bila saja hati ini dapat pahami

Apakah semua orang di dunia

Itu hanya punya satu sahabat

Haruskah hidupku ini seperti bintang kejora

Ramah ikhlas menyinari semua yang sedang sepi

Tiada bintang kau tak balas

Tiada pun merasa sunyi

Walaupun hanya tersimpan di hati”

Seakan terhipnotis oleh suara icha, Rio ikut bersenandung kecil. Suara mezosopran yang dimiliki Icha sangat merdu. Dan harus Rio akui, kalau ini suara termedu yang pernah di dengarnya.

Tanpa sadar, Rio menyunggingkan senyum di wajahnya. “sumpah. Keren banget.” Gumam Rio.

Icha mengangkat kepala yang sedari tadi ia tundukkan. “beneran, mas?”

Seketika raut wajah Rio berubah. “gak usah panggil mas bisa kali? Kak kek, ato apa lah..”

“eee iya iya maaf.”

“oke kamu tunggu hasilnya 2 jam lagi.” Rio langsung meninggalkan studio nya. Sedangkan icha tercengang disitu.

“kok aku ditinggalin sih? Ahh aneh tenan cah kuwi.” Cibir icha yang lalu menghampiri Debo di luar studio.

“piye cha? Dia suka?” Tanya Debo setelah icha keluar dari studio.

“gak tau jugaa, orang dia main pergi aja gitu.”

“oh, kamu keterima?”

“belom tau juga, mas. Kata mas Rio tadi, aku di suruh nunggu 2 jam lagi. Nyari makan sik yuk.” Ajak Icha.

“yawis, ayo.” Debo menarik tangan icha menuju keluar gedung.

**

Sementara di ruang kerja produser, Rio masuk ke dalam memasang muka senang.

“boss, saya dapet penyanyinya!” pekik Rio senang.

Alvin—bosnya, menoleh kea rah Rio sambil tersenyum tipis. “then, siapa yang kamu pilih?”

Dengan semangat 45, Rio duduk di depan bosnya itu sambil terus memamerkan deretan gigi putihnya, “Alyssa saufika umari, boss! She have a great voice,”

“sudah saya duga. Hmm. Ya ya ya. Dia memang punya talenta yang bagus. Dan dengar-dengar, dia menguasai satu alat musik. Ya kalau saya gak salah informasi, dia bisa bermain keyboard.” Jelas pak Alvin tak kalah semangatnya dengan Rio.

“oh, gitu ya. Terus setelah ini, gimana boss?”

“ajak latihan vocal dulu. Dan kalau bisa, ajak dia berkeliling dulu disini. Bersosialisasi dengan staff-staff yang lainnya. Setelah itu, ajak dia keruangan saya.”

“baik boss. Saya permisi dulu.”

Rio menghilang di balik pintu ruang kerja direktur utama IC-production tersebut.

‘semoga, ini menjadi awal yang baik’ batin Pak Alvin sambil tersenyum.

**

Icha tengah tertawa di lobby kantor sambil sesekali menepuk lengan Debo pelan. Sambil menunggu hasil, ia dan Debo memilih untuk bercanda gurau di lobby. Ia melihat salah satu kontestan yang kalau ia tak salah dengar bernama Ashilla, sedang duduk di pojok lobby sambil bersolek.

“eh mas mas. Lihat deh. Itu, endel banget yo.” Ujar Icha sambil terkekeh.

“hush, ga boleh gitu, ah. Biarin to, orang dia cantik kok.”

“ciee, mas Debo, wes ngerti cantik-cantikan barang, to? Waah, jangan-jangan mas Debo naksir sama mbak Shilla ya?” icha mengedipkan sebelah matanya.

“hah? Ora ora! Ngwur aja kamu ini.” Elak Debo.

“hehehe piss, mas.”

“emm, di mohon kepada saudara Shilla dan Icha, supaya masuk kedalam studio Mario.” Ujar seorang resepsionis setelah menerima telefon dari seseorang.

Icha yang merasa namanya di sebut pun segera bangkit dari duduknya, bersamaan dengan Shilla.

“lo yakin, lo bakal menangis kompetisi ini?” bisik Shilla pada Icha.

Icha menoleh kea rah Shilla. “ndak tau, mbak. Saya sih optimis saja, toh yang ngatur Tuhan kok.” Jawab Icha sekenanya.

Shilla tak menghiraukan perkataan Icha barusan. Dengan cepat, ia masuk ke dalam studio yang sudah berisi Rio dan Deva di dalamnya.

“oke, sebelumnya, saya minta maaf, kalau salah satu dari kalian harus ada yang nggak terpilih, dan saya minta maaf.”

Icha tampak berkomat kamit. Sedangkan Shilla hanya cengir-cengir kea rah Rio dan Deva. Rio nampak tak acuh pada Shilla, sedangkan Deva yang melihat tingkah Shilla bergidik ngeri.

“maaf, Shilla, kami gak bisa pilih kamu.”

Shilla melotot, “what? Gak bisa pilih saya? Dengan kata lain, icha yang menang?”

Rio tersenyum, “yeah, im sorry ladies.” Kata Rio.

“ihh, ini gak adil! Jelas-jelas lebih enak suara gue dari pada gadis kampong ini! Please deh Yo, lo nggak budek kan? Sampe pilih dia?” Tanya Shilla memastikan.

Rio memberi isyarat pada Deva, Deva yang sudah mengerti hanya mengangguk. Lalu menyeret Shilla keluar.

“Oke, Icha, karena lo yang kepilih, pertama-tama, kenalin. Nama gue Mario Stevano Aditya. Just call me Rio, ga usah pake Mas. Karena tempat tinggal lo jauh, sementara lo tinggal di apartemen gue dulu. Dan gue minta, kalo lo gak keberatan, ubah nama panggilan lo jadi Ify. Bukan Icha. Icha pasaran banget.” Ujar Rio sedikit sinis.

“yah mas, gak bisa gitu dong. Masa pake ganti nama segala??” elak Icha.

“bisa, dong. Gue bertanggung jawab penuh atas lo. Dan lo harus patuhi semua kata gue. Paham?”

Icha hanya mengangguk pasrah. Jika ia mengelak, ia tak akan menjadi penyanyi terkenal, bukan?

**

Sudah 20 menit Debo menunggu Icha yang sedari tadi tak keluar dari studio. Sedangkan ia melihat Shilla yang sudah keluar, ya walaupun di tarik paksa oleh Deva.

Tak lama kemudian, Icha keluar dari sana bersama Rio. Lalu mereka menghampiri Debo.

“mas, icha… eh ify di terima, mas! Tapi mulai sekarang mas panggil aku Ify aja, ya, jangan Icha. Oke mas.” Bisik Icha di telinga Debo. Belum sempat Debo bertanya alasannya, Rio sudah memotongnya.

“lo di tunggu Deva di luar. Deva bakal anterin lo ke apartemen gue. Dan ify harus disini, permintaan boss. Tenang, gue gak akan ngapa-gapain ify. Gue jamin. Gue bertanggung jawab penuh terhadap ify.” Rio dan Ify lalu beranjak dari sana.

Debo menatap ify dari jauh, “semoga, ini gak merubah apa-apa,”

**

bagaimana kelanjutan hidup ify selanjutnya??

dan siapa yang Rio dan ify cari sebenarnya??

ikuti kisah selanjutnya :P

Gimana gimana? jelek yaakk. hahahahaha. ini udah mampet idenya. Like or comment kalo suka. kritik juga boleh, saya tunggu :)

maaf kalo pendek. soalnya ide saya mampet :P

thanks :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar