Detik nanti tepat aku berusia 17thn. Usia yg menurutku adlh masa yg paling kejam.
Pahit. itu yg kurasakan.
Aku sendiri bersama sbatang lilin dlm gelapnya hidupku,
tak ada yg mnemaniku.
Sepi. Ku pandangi lelehan lilin yg mengalir itu.
Aku di sini bersama pesakitanku,
aku sebatang kara,
penyakit telah membwa sjuta kbhagiaan dari gadis malang sepertiku.
Berat. Hanya sepercik harapan di hari jadiku yg ke 17. Hanya itu.
Mungkin malaikat itu berbaik hati, sdikit memberikan aku waktu hingga takdir mengakhiri usiaku. Sebentar lagi.
Tak jelas arah jalan ceritaku, dari tadi hanya ku tnjukkan bhwa saat ini jiwaku tlah sekarat.
Perlu ku sampaikan,
ada satu nama yg membuadku bertahan hingga dtik ini, dn membuad malaikat yg menungguiku d sampingku sabar menantiku. Untuk siap.
Dia mungkin harapan terakhirku, dan aku sdar akhr cerita ini hanyalah sad ending. Menyedihkan.
Dia mungkin d sana tak tau apa2.
Aku tak menyalahkannya, tak kan pernah!
Dia sempurna bagiku, aku tak kan pernah tega dan rela bila ada yg menyalahkannya sdikit saja.
Rio, maafkan aku yg slama ini hanya bisa menangisi kerinduanku. Hanya itu.
10thn aku mengagumimu, 10thn pula ku habiskan air mataku hanya untk menangisimu.
Bhkan d hari ini,
dingin, sendiri, sepi, d ruang yg bgtu sunyi.
Aku tak bisa meneteskan air mataku lagi. Tak sanggup.
240 dtik lg.
Ku langkahkan tangan rapuhku yg dingin mengambil sebuah foto anak lelaki. Yang aku yakin senyumnya akan membuadku sdikit lbh baik.
"Rio, aku lelah", kataku sambil memandang foto yg kusam itu ngilu.
"Rio, tentara surga udah nunggu aku, kamu gak mau ngucapin slamat tinggal?". Memandang foto itu kosong.
aku ingat lilinku, tinggal bberapa waktu lagi. Scepat itukah?
"ehm, yo? Aku mau nyanyi deh, liat tuh lilinnya udah mau abis, ntar keburu akunya pergi, uhukk uhukk!".
200 dtik lg.
Darah! Ya tuhan, bentaran dkit kek!
"yo, kyaknya gak kuat nyanyi bnyak2 dh, hhe, maafin yah?" kataku masih memandangi foto itu. Senyum itu menguatkan aku.
Aku sdar, sbgian suaraku mgkn sdh mngiringi prlahan ajal yg ingn bawa aku pergi :'(
hidup begitu singkat. tak tau kapan takdir itu menghakimi aku nantinya.
aku mencoba tetap tersenyum, meskipun senyum itu hanya aku tunjukkan pada foto bisu yang kusam itu,
aku tak ingin menangis untuknya, saat ini. di hari terakhirku.
"aku tak punya apa-apa, Rio"
aku hanya punya cinta terakhir, doa terakhir, dan harapan yang terakhir, batinku.
bahkan untuk sekedar mengucap kata terakhir pun aku tak rela,biibirku terasa kelu, ya tuhan. kuatkan aku. aku mohon.
aku tak bisa munafik, sok kuat, sok tegar!!!
namun pantaskah aku yang sekarang ini, memberikan setiaku yang terakhir dengan air mata, walwu hanya sad ending, namun aku ingin tunjukkan,, aku bukanlah seorang fans yang hanya bisa menangis, sudah terlalu lama aku menangis.
145 detik lagi
lilin itu semakin habis, seperti nafasku.
aku khawatir bila sinar lilin yang semakin redup itu tak mampu memberi cahaya untuk aku memandang foto Rio,
ku dekati lilin itu. dingin.
masih terlihat senyum itu, aku lega. meski cahaya remang yang bantu penglihatanku.
embun dipagi buta
menebarkan bau basah
detik demi detik ku hitung
inikah saat ku pergi...
135 detik lagi
aku menyalahi lagu itu, malam tak mungkin menghadirkan embun .Rio, aku masih tak percaya sebentar lagi aku akan pergi.
oh tuhan ku cinta dia
berikanlah aku hidup
tak kan ku sakiti dia
hukum aku bila terjadi........
125 detik lagi
aku mengenang saat aku berteriak, tepuk tangan, kagum, menggigit bantalku, bingung sms, terlonjak bangga, sambil aku teriak satu nama, "yyyeee,, lihatlah, dialah adikku, hebatkan dia,,rio.. eR I O!!!" senyum terus terkembang di bibirku, ku katakan pada semua orang, kebahagiaan terbesarku adalah Rio.
kenangan manis itu kini terasa pahit dan muram bila aku ingat dengan keadaan ku yang sekarang ini.
aku tak kan menangis, aku tak igin riak kecil di mataku ini tumpah, ayolah, firda..jangan cengeng!!
75 detiklagi
aku tak mudah untuk mencintai
aku tak mudah mengaku ku cinta
aku tak mudah mengatakan
aku jatuh cinta...
aku mengingat dulu sahabat sahabatku RISE sering mengubah syair lagu yang menggambarkan perasaan mereka pada RIo, pujaan hati kami. aku ingin melakukannya lagi. untuk yang terakhir kali.
ternyata malaikat tak sabar lagi, menggenggam tanagn dinginku menuju peradaban yang muram. tanpa senyum.
entahaku dapat kekuatan darimana, hingga aku sanggup menyelesaikan satu lagu. terakhir untuk pujaab hatiku. yah, itu yang terakhir. sakit rasanya bila aku harus ingat itu.
senandungku hanyauntuk rio,
tirakatku hanya untuk rio...
tiada dusta, sumpah ku cinta
sampai ku menutup mata.....
10 detik terakhir
cintaku, sampai ku menutup mata.......
aku masih ingin bercerita dengan sisa jiwaku, ku lambaikan tangan halus ini pada raga yang tertinggal, melihat raga itu memeluk sebuah foto. foto yang didekapnya kuat, betapa dia mencintai orang yang di foto itu.
lilin
yah, seperti kataku lilin itu kini padam.
memberi cahaya yang gelap pada insan tak bernyawa yang bersimpuh dingin di sampingnya. terkulai memamerkan senyum tulusnya, dia fikir senyum itu membalas senyum yang membisu pada foto berbingkai kayu rapuh yang di dekapnya. inilah kisah hidupku, aku, Rise dan Rio. menyambung sebuah persahabatan yang tak terputus ruang maupun waktu. selamat tinggal malaikat ku dan selamat tinggal sahabat sahabtku...
perlahan aku bersama malaikat yang menggandengku menuju kehidupan lain, ku tanyai malaikat.
"malaikat yang baik hati, terima kasih tadi sudah mau menunggui aku,
dan ada satu permintaan lagi, ntar kita bisa gak mampir ke manado bentatan gitu, aku pengen liat Rio skarang kyak apa yah? hhe"
the end~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar