Kematian adalah dari kehidupan. Ketiadaan nyawa dalam organisma biologi. Semua makhluk hidup pada akhirnya mati, samada dari penyebab seperti penyakit atau dari penyebab lain seperti kecelakaan. Menurut (Kalish 1987), kematian adalah berhenti dengan apa yang dialami, meninggalkan yang dikasihi, untuk meninggalkan urusan yang belum selesai dan masuk ke alam yang tidak dikenali.
Menurut biologi pula, kematian berlaku apabila nafas manusia berhenti, denyutan jantung berhenti, dan tiada tindak balas terhadap rangsangan. Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini ditakdirkan untuk mati tanpa kecuali. Mereka yang saat ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditentukan.
Firman Allah swt..
“Dia yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian Dia keluarkan kamu menjadi anak-anak, kemudian kamu sampai dewasa, kemudian kamu menjadi orang tua. Dan diantara kamu ada orang yang diwafatkan sebelum itu dan supaya kamu sampai kepada ajal (waktu) yang ditentukan, mudah-mudahan kamu memikirkannya” ( Surah al-Mukminum ayat 67)
Keterangan tersebut jelas menyatakan bagaimana manusia diciptakan dan hinggalah ia dimatikan. Permulaan kejadian manusia yang dicipta dari tanah dan ini dapat dibuktikan dari kejadian penciptaan nabi Adam as yang dicipta dari tanah.Kematian sememangnya boleh berlaku dalam pelbagai keadaan, tidak mengira umur, pangkat, keturunan dan ini semuanya telah ditetapkan oleh yang Maha Pencipta iaitu Allah swt. Ada kalanya kematian berlaku terhadap kanak-kanak yang baru lahir dan kematian itu tidak semestinya berlaku terhadap golongan tua. Ini kerana, perkara tersebut telah ditetapkan oleh Allah swt sejak azali lagi.
Mendengar berita kematian dengan penuh keinsafan adalah sebahagian daripada cara untuk mengingati Allah. Khabar yang mengandungi kisah kebesaran dan kekuasaan Allah.
Kematian akan ditangisi dan diratapi. Namun kasih-sayang Allah melewati cinta sesama manusia. Jika itu yang terbaik buat mereka, kita doakan agar Allah menempatkan mereka di syurga FIRDAUS.
--------------------------------------------------------------------------
Apa definisi ‘kematian’? Suatu pertanyaan sederhana
yang kedengarannya sangat gampang untuk dijawab.
Kalau seseorang tahu apa definisi ‘kehidupan’ , secara
otomatis ia dapat mendefinisikan kematian. Sebab, definisi
kematian tidak lain adalah kebalikan dari definisi
kehidupan itu sendiri. Dalam kenyataan, definisi kematian jauh lebih pelik
daripada yang diprakirakan oleh kebanyakan orang.
Selama berpuluh-puluh abad masyarakat umum terindoktrinasi
oleh kepercayaan bahwa kehidupan adalah sesuatu yang dihembuskan
oleh Tuhan ke dalam pernafasan. Pernafasan dianggap memegang peranan
yang sangat penting. Tanpa adanya pernafasan, tak ada pula kehidupan.
Melalui pernafasanlah, makhluk hidup di dunia ini memperoleh
oksigen yang sangat dibutuhkan oleh seluruh organ –bahkan sel– dalam
tubuh. Kalau tidak mendapatkan oksigen yang dipompakan dari paruparu,
jantung akan berhenti berdetak yang berakibat pada terhentinya
peredaran darah dalam tubuh. Apabila jantung dan paru-paru berhenti
bekerja (cardio-pulmonary malfunction), otak yang berfungsi sebagai pusat
pengaturan saraf (neurological function) niscaya akan mengalami kerusakan
karena kekurangan oksigen. Dalam waktu yang tidak terlalu
lama, kerusakan ini berakibat fatal bagi keberlangsungan organisme dalam
tubuh makhluk hidup, yakni kematian. Dari pengertian inilah kemudian
didefinisikan bahwa kematian adalah terhentinya pernafasan
(cessation of breathing). Definisi kematian ini pernah diakui serta diterima
oleh masyarakat umum, kalangan medis maupun kaum agamawan
di Barat.
Namun, pada pertengahan abad ke-20, tatkala ilmu pengetahuan
serta teknologi mulai berkembang, definisi kematian itu dipertanyakan
keabsahannya. Fungsi pernafasan alamiah dapat digantikan oleh alat pernafasan
mekanis (respirator). Pernafasan tidak lagi secara mutlak identik
dengan kehidupan. Gagal atau rusaknya sistem pernafasan alamiah tidaklah
selamanya berarti maut atau kematian. Karena itu, definisi kematian
perlu dirumuskan kembali sesuai dengan perkembangan zaman.
Ini berlatar-belakang pada penjabaran yang diberikan oleh ahli
saraf di Perancis pada tahun 1958 tentang keadaan perbatasan antara
hidup dan mati yang disebut coma dépassé [secara harfiah berarti keadaan
melebihi pingsan]. Pasien-pasien itu seluruhnya menderita kerusakan
otak (brain lesions) yang pokok, struktural, dan tak tersembuhkan;
berada dalam keadaan pingsan (comatose), dan takmampu bernafas secara
spontan. Mereka tidak hanya kehilangan kemampuan dalam menanggapi
dunia luar, tetapi juga tidak lagi dapat mengendalikan
lingkungan dalam tubuh mereka sendiri. Mereka tidak dapat mengatur
suhu tubuh, mengendalikan tekanan darah, dan mengatur kecepatan detak
jantung secara wajar. Mereka bahkan tidak dapat menahan cairan dalam
tubuh, dan sebaliknya melimpahkan air kencing dalam jumlah yang
sangat banyak. Organisme mereka secara keseluruhan boleh dikatakan
telah berhenti berfungsi.
Selanjutnya, pada tahun 1968, panitia khusus Sekolah Medis Harvard
menerbitkan sebuah laporan berjudul “Sebuah Definisi [Keadaan]
Pingsan yang Takdapat Dibalikkan Kembali”. Di situ didaftarkan kriteria
bagi pengenalan gejala kematian otak. Laporan ini secara jelas mengidentifikasi
kematian otak (brain-death) sebagai kematian –meskipun tidak
secara langsung menjabarkan apa itu yang dimaksud dengan kematian.
Apabila seorang pasien telah berada dalam keadaan seperti itu, pencabutan
alat pembantu pernafasan direstui karena ia secara medis telah dianggap
mati.
Kegagalan kerja jantung dan paru-paru sangatlah mudah diketahui,
namun tidaklah gampang untuk dapat memastikan kematian otak.
Harus dilakukan pengamatan yang cermat atas rangkaian tanda-tanda kehidupan.
Apakah seorang pasien sama sekali tidak menanggapi rangsangan
(stimulation) apa pun? Dapatkah ia bernafas tanpa alat pembantu?
Adakah pergerakan mata, penelanan atau batuk? Apakah alat pemantau
gelombang otak (EEG: Electro-EncephaloGram) menunjukkan adanya
bukti kegiatan elektrik yang datang dari otak? Adakah arus peredaran darah
melalui otak? Jawaban negatif dari rentetan pertanyaan ini menunjukkan
kematian otak. Namun, satu tanda saja tidaklah cukup untuk
membenarkan anggapan demikian.
Walaupun kebanyakan pakar medis telah menyepakati definisi
kematian otak, masih terdapat nuansa dalam rinciannya. Ada yang merujuk
pada kerusakan otak secara keseluruhan (whole-brain), dan ada pula
yang mengacu pada kerusakan otak di bagian yang berfungsi lebih tinggi
(higher-brain). Namun, kriteria yang paling banyak dianut ialah kerusakan
otak-pokok (brain-stem). Pada tahun 1973, dua ahli bedah saraf di
Minneapolis mengidentifikasikan kematian otak-pokok sebagai suatu
keadaan yang takmungkin dapat dikembalikan lagi. Pada tahun 1976 dan
1979, konferensi agung perguruan dan fakultas di Inggris menerbitkan
suatu catatan penting dalam topik ini. Yang pertama menjabarkan ciri-ciri
klinis atas kematian otak-pokok, sedangkan yang kedua mengidentifikasikan
kematian otak-pokok sebagai kematian. Suatu panduan yang mirip
dengan ini juga diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 1981. Opini
serta praktek internasional pada dasarnya bergerak selaras dengan garisgaris
ini –dalam menerima gagasan tentang kematian otak-pokok. Denmark
adalah negara terakhir di Eropah yang mengabsahkan definisi kematian
otak-pokok (1990).
Otak-pokok adalah suatu bagian yang berbentuk seperti ‘batang’
atau ‘tonggak’, yang berada di bagian dasar/bawah otak. Selain merupakan
pusat jaringan saraf yang mengatur pernafasan, detak jantung dan
tekanan darah, ini juga memegang peranan penting dalam mengelola kesiagaan
[dalam membangkitkan kemampuan bagi kesadaran, misalnya].
Kerusakan pada bagian-bagian yang penting, walaupun kecil, dapat
membuat seseorang berada dalam keadaan pingsan sepanjang waktu
(permanent coma). Otak-pokok ini mempunyai peranan yang sangat
penting atas bekerjanya otak besar dan otak kecil. Hampir semua pencerapan
inderawi berjalan melintasi otak-pokok ini. Demikian pula perintah
pergerakan serta percakapan, juga dikirimkan melaluinya. Tak berfungsinya
otak-pokok berarti tidak adanya kegiatan-kegiatan bermakna pada
bagian otak besar; tak ada ingatan, perasaan dan pemikiran; tak ada interaksi
sosial terhadap keadaan lingkungan.
Selama beberapa dasawarsa belakangan ini, memang tidak ada
gugatan yang bernilai atas definisi kematian yang didasarkan pada kerusakan
atau kematian pada bagian otak. Namun, ini bukanlah berarti bahwa
inilah definisi kematian ‘yang sesungguhnya’ dan akan dipakai untuk
selamanya. Ilmu pengetahuan serta teknologi medis di masa depan
mungkin mampu menggantikan fungsi kerja otak –apakah dengan mempergunakan
peralatan mekanis/elektrik, melalui pembiakan jaringan otak
(brain tissue) ataupun melalui pengarasan (clonning). Dengan begitu, kerusakan
pada bagian otak tidaklah berarti maut atau kematian. Pada
waktu itulah, suatu definisi yang baru atas kematian perlu dirumuskan
lagi.
__________________
TIADA SEGALA SESUATU YANG KEKAL DAN ABADI DI DUNIA INI,,,KARNA SEGALA SESUATU TERSEBUT MENGALAMI PERUBAHAN,,,YANG KEKAL DAN ABADI HANYALAH PERUBAHAN TERSEBUT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar