Jumat, 22 April 2011

Cinta yang salah

bntar bentar numpang curhat!!

HUAAAAAAAAAA SETREEES ANJIR GILAAAAAAAAAAAAAAAAA MASA UDAH CAPEK NGETIK PANJANG2 BISA KAYA GINI :((((( SUMPAH CIIIIIK NANGIS AKU IKI :((( HIKSHIKS MOZILA HANCUUUUUUKKKKK TAIIIIK LAH !

udah udah maaf maad abaikan saja tadi hikshiks #nyesek tingkat akud lah pokoknya#

oke nggak usah banyak cingcong. ini cerpen ngga jelas. mohon di maklumi karena buat nya sambil nangis >.<

cekidot>>>>

**

aku mulai lelah. lelah dngan kehidupanku yang tak karuan. Lelah dengan keadaan sekitarku. Lelah dengan pencarian ini. Lelah dengan seluruh harapan yang aku gantungkan kepada sebuah liontin dan sepucuk surat ini. Dan aku… lelah mencarinya.

“ify.” Panggil seseorang

“Iya vi, kenapa?” Tanya ku setelah sadar dari lamunanku.

“ngga papa. Jalan yuk. Kak iel ngajakin aku jalan, nih.” Kata via sambil tersipu.

“eh uhmm iyadeh. Tapi jangan jadiin gue kambing congek lagi.” Gerutuku.

“ehehe iyadeh. Lagian kaki el ngajak temennya kok”

“oh yaudah, bentar y ague siap-siap dulu.”

Sivia mengangguk.

Sivia, saudara tiriku yang baik sekali. Dia tak pernah sekalipun bersikap buruk kepadaku yang hanya anak angkat dari orangtuanya. Dari umur 2 tahun aku tinggal dip anti asuhan. Di tinggalkan begitu saja oleh orangtuaku. Dan pada umur 11 tahun, keluarga sivia mengadopsiku. Hingga sekarang, diusiaku yang ke17 tahun, aku tak pernah sekalipun bertengkar dengan sivia.

“aduh viaaaa. Kamu cantik banget sih.” Pujiku pada sivia.

“aahh ify bisa aja. Nggak kok, aku jelek. Kamu tuh yang cantik.”

“ehhh enggak! Beneran deh. Eh gue baru dua kali ketemu iel dan itu nggak lama, tiba-tiba elonya udah jadian sama dia. Lo kenal iel daarimana sih?”

“kenal 5 bulan yang lalu, fy. Awalnya dari facebook hehe.kenapa?”

“gapapa. Kok kayanya gue ngga asing lagi gitu sama mukanya iel. Mirip siapa, ya.”

“mirip kamu fy hihi” ujar sivia sambil terkekeh.

“ehh itu mereka, fy!” pekik sivia sambil menunjuk Suzuki swift warna silver tersebut.

Tintin!

Klakson mobil iel berbunyi. Kami berdua pun membuka gerbang.

“silahkan masuk, tuan putri” kata iel ramah dan membukakan pintu mobil untuk sivia.

“makasih pangeranku.” Kata sivia dengan malu-malu.

“ohh gue nggak gitu. Oh oke oke.” Celetusku tiba-tiba yang niat jahilin mereka.

“yah ify jangan marah dong.” Sahut sivia tiba-tiba.

Aku pura-pura melipat tanganku di dada dengan muka jutek dan kesel. Iel memasukkan kepalanya dalam mobil lalu berkata pada seseirang dibelakang sana. “yo, lo bujukin ify biar masuk gih.:

“gue? Ogah,: katanya dengan nada stay cool.

“iel! Apaan sih lo!” kataku sambil menyubit lengan iel.

“lah elo sih pake ngomong begituan. Udah sana naik! Lo duduk di belakang sama dia, ya.”

Aku menurut. Walaupun aku tak tau dan belum kenal dengan orang yang tadi di sebut-sebut sivia dan iel. Akupun segera masuk. Dengan ceroboh kepalaku kejedot pintu. Sosok laki-laki di jok belakang menatapku sinis. Seperti tidak mengharapkan aku ikut bergabung dengan mereka.Aku pun segera menutup pintu mobil dan mengelus-elus keningku pelan, tapi cowo di sebelahku ini tetep nggak peduli.

“fy, lo ngga apa apa kan?” Tanya iel

“ngga sakit kan fy?” timpal sivia.

Aku hanya memasang senyum sambil menggeleng. “gapapa kok.”

Idih, orang-orang di depan gue perhatian gini. Lah, orang yang di sebelah gue ini malah diem aja! Gerutuku dalam hati.

“oia, kenalin. Dia Mario stevano aditya. Sepupu gue. Yo, kenalin ini sivia pacar gue. Dan itu ify, kakaknya.”

“rio.” Katanya datar. Tanpa ekspresi. Tanpa menjabat tanganku ataupun sivia. Menyebutkan namanya aja kayanya butuh perjuangan. Apalagi ngangkat tangannya sambil senyum. Kayanya bisa ngebuat dia kejang-kejang deh (?)

“rio emang gitu, ga usah di masukin hati.” Kata iel santai sambil menginjak pedal gasnya pelan. Rio hanya membalas perkataan iel dengan tatapan membunuhnya.

“kita mau kemana, yel?” tanyaku.

“jalan-jalan. Kemana aja deh yang penting jalan. Suntuk gue dirumah.” Iel mulai melajukan mobilnya dengan cepat. Melewati jalan tol ke daerah pasar turi. Memutar-mutar daerah blauran lalu berhenti di sebuah mall terkenal di daerah itu. BG junction.

“iel pinter banget sih, gue lagi pengen cari jaket lo ngajak kesini haha.” Sahutku.

“kesini Cuma mau ambil bajunya rio doang kok. Wleee.” Wajab iel yang langsung membuat wajahku merah padam. Astagaaa, malu banget!

“yo, lo buruan ambil deh. Gue ama yang lain tunggu di parkiran aja.” Sahut iel. Rio tak menjawab. Tapi langsung membuka mobil dan berjalan kedalam mall.

15 menit kemudian.

“lama banget, yo.” Geruti iel waktu rio masuk ke mobilnya.

Lagi-lagi rio tak menjawab. Dia malah duduk santai seperti tak punya rasa bersalahpun.

“iel, tau nggak. Orang kalo diem aja, ga pernah ngomong, ntar masuk neraka, loh. Soalnya dia nggak bersyukur dikasih nikmat sama tuhan buat ngomong. Orang bisu aja pengen ngomong! Kenapa orang yang bisa ngomong malah nggak pengen ngomong, ya?” cekotehku ngasal smbil melirik kearah rio.

Sivia mendelik ke aku sambil mengangkat satu alisnya, sedangkan iel cekikikan.

“ke delta nyokk.” Ajakku.

“ngapain?” Tanya iel yang masih sibuk mengeluarkan mobilnya dari parkiran.

“nongkrong, cari buku.”

“oke, deh.”

Mobilpun melaju ke delta.

@delta

“eh kita mau kemana?” Tanya iel yang menghentikan langkahnya di depan breadtalk. Rio, ify dan sivia ikur berhenti.

“J.co aja yel.” Usul Rio tiba-tiba.

“eh? Lo bisa ngomong? Waw keren!” pekikku.

Rio diem. Nggak nanggepin.

“oke, ke J.co aja.” Kata iel cepat . sepertinya dia bisa membaca suasana ngga enak antara aku dan rio. Kami berempatpun menaiki ekskalator ke lantai 1 dan mencari tempat di dalam J.co. Aku duduk berhadapan dengan rio. Berkali-kali aku memandangi wajahnya. Keren, cakep, tapi mukanya angkug. Rio yang mungkin merasa di perhatikan pun mendelik ke arahku.

DEG!

Rasanya dadaku sesak. Jantungku memaksa untuk melompat keluar. Melihat matanya yang menabrak pandanganku. Kami saling bertatapan. Ditengah-tenngah pandangan kami rasanya ada yang konslet gituu. Muka rio yang awalnya angkuh entah mengapa….. berubah.

“ciee kalo mau pedekate tuh ngobrol- ngobrol. Jangan liat-liatan gituu.” Cibir iel.

Mukaku pun otomatis berubah menjadi merah. Gara-gara kegep sivia dan iel lagi liat-liatan sama Rio. Bibirku rasanya ngga bisa kebuka, walau sekecil aapapun tetep ngga bisa. Rio juga, matanya mengedarkan pandangannya di ruangan itu agar tak bertatap lagi dengan mataku. Dan tak perlu menjawab cibiran iel abrusan. Sivia dan iel sibuk bercanda, ketawa-ketawa, membicarakan berbagai persoalan. Sedangkan aku? Aku salting. Lagi-lagi mataku beradu dengan mata Rio. Entah untuk keberapa kalinya.

“Vi.. iel..” kataku bebarengan dengan Rio.

“jiah kompakan amat hihi.” Goda sivia.

“gue cabut dulu, deh.” Ujarku.

“biar ngga jadi kambing congek disini.” Tambah rio.

Sivia dan iel terkekeh mendengar aku dan rio yang sepertinya janjian mau pergi.

“iya deh. Sono pedekate sono.”

Aku dan rio beranjak dari sana. Lagi-lagi bersamaan. Astaga salting tingkat tinggi nih! Kami berdua melangkah menjauhi sivia dan iel yang masih tertawa geli melihatku dan rio. Aku dan rio sama-sama berbelok ke gramedia yang tak jauh dari j.co.

“jangan ikutin gue napa.” Kataku

“PD banget idup lo.”

“lah terus lo kenapa ngikutin gue daritadi?”

“gue mau cari buku.” Jawabnya sambil melangkah mendahuluiku. Aku meremas tangan kesal. Lalu memasuki gramedia untuk mencari novel.

Sedang asik-asiknya aku mencari novel, tiba-tiba seorang berlari kearahku dan menabrakku. Aku terjatuh. Tanpa sengaja, gantungan hapeku tersangkut pada sebuah rak berisi beberapa buah buku ‘new realease’. Dan karena aku jatuh dalam posisi yang ngga tepat, maka rak buku itu menimpaku dan……BUG! Semua buku itu menimpa kepalaku dan pandanganku semakin memburam.

***

“fy bangun fy.” Kata sesepramh sambil menepuk-nepuk pipiku beberapa kali. Akupun terperanjat ketika mengetahui orang itu adalah RIO! Dan parahnya lagi, aku tidur di pangkuannua.

“eh, gue dimana?” kataku sambil memegangi kepalaku yang sakit.

“di dalem ruang karyawan, fy.” Kata Rio lirih. Terlihat kecemasan dari raut wajahnya.

“terus, sivia sama iel mana?”

“gatau, fy. Hape gue ngedrop. Pas gue cari ke J.co, mereka udah ngga ada.”

“lah, kenapa ngga pake hape gue aja?”

“ehmmm itu fy.. anu…”

“kenapa?”

“ngga ada, fy. Kayanya udah di copet sama orang. Gue gotong lo kesini tanpa mikirin hape lo. Maaf ya, maaf.”

“HAH?” tubuhku lemas. Hape itu adalah kado dari papa Sivia yang kini raib begitu saja. Padahal baru 1 bulan aku memakainya.

“gampang ntar gue beliin lagi.” Aku pun gelisah. Takut-takut sampai rumah papa menanyakan hapeku itu.

“kok diem? Gue beliin sekarang, deh.”

“hah? Ngga usah yo. Ngerepotin aja.”

“ngga papa lagi. Yaudah , lo udah ngga apa-apa kan? Kalo udah, kita ke langsung beli hape, ya.” Aku mengangguk. Beberapa jam yang lalu, Rio itu adalah cowo angkuh dan cuek. Eh beberapa menit yang lalu jadi rio yang baiiiiiiik banget. Dan penawarannya untuk belin aku hape baru juga tulus banget.

Aku berjalan dengan kepala yang masih kliyengan. Tiba-tiba rio memopoh tubuhku agar berdiri tegak. Lalu merengkuh lenganku. Menopang tubuhku adar aku kuat untuk berjalan. Dan dia menuntunku pelan-pelan agar cepat keluar dari gramedia/

Setelah aku merasa tubuhku mulai seimbang, aku berjalan tanpa tuntunan Rio. Tapi karena rasanya tubuhku masih lemas, Rio menggandeng tanganku. Darahku mengalir cepat. Aku rasa jantungku juga dipompa lebih cepat. Tanganku makin bergetar. Rasanya ga kuat melepaskan cengkraman tangan Rio. Aku berjalan beriringan dengan Rio.

**

“yo beneran gapapa? Gue ga enak sama lo. Kalo gue ada duit ntar gue ganti deh.” Kataku sambil membolak balikkan hape yang barusan di belikan oleh Rio.

“gapapa, anggep aja itu permintaan maaf dari gue.” Katanya santai.

“maaf? Buat?”

“nyuekin elo tadi.”

“eh/? Gapapa kali yo. Emang lo napa sih diem aja kaya orang bisu?” tanyaku sinis.

“udah bertahun-tahun gue kaya gitu.”

Jawaban Rio barusan membuatku terkejut. Dalam fikiranku terlintas “Hah? Bertahun-tahun? Nggak ngomong??”

“ada sesuatu yang ngebuat gue gini, fy.” Lanjut Rio.

“apaan yo?”

“gue ga bisa cerita sekarang.” Kata Rio lirih sambil menunduk. Kayanya masalah yang serius.

Kami duduk berdua diluar mall. Di tepi mall ada sebuah café outdoor yang bersebelahan dengan air mancur yang indah. Jam berganti jam. Sudah 3 jam aku dan rio ngobrol. Menceritakan apa saja yang dapat kami ceritakan.

“Yo balik yuk ke parkiran, mungkin aja mereka disana.” Sahutku.

Rio mengangguk lalu menarik tanganku. Jantungku masih dagdiddug ga karuan. Tapi ga tau kenapa, aku nyaman sama semua ini.

Kami memasuki parkiran. Dan melihat suatu keganjilan.

“Yo, mobilnya kemana?” teriakku histeris. Rio bingung, mencari mobil sepupunya. Tapi nihil, mobil itu ngga ada.

“yo, terus kita pulang naek apa?? HUaaaaa….”

“tenang fy, taksi masih banyak kok/” ujar Rio menenangkan.

Aku dan rio pun keluar dari parkiran dan mencari taksi. Setelah dapat, kami pun segera menaikinnya.

“tega banget tuh mereka . awas aja kalo ntar ketemu urrrghh.” Gerutuku.

Rio tersenyum melihatku yang lagi ngomel-ngomel. “fy, kerumah gue dulu ya. Ntar gue anterin pulang. Gimana?” aku mengangguk pelan. Berharap Rio ngga aneh-aneh.

Sesampainya dirumah Rio…

“sepi banget yo. Pada kemana?” tanyaku pada Rio. Rio tak bergeming. :Kok diem aja sih yo?” gerutuku sambil melihat foto-foto di ruang keluarga.

“mereka udah ngga ada, fy.” Sahut Rio pelan.

“ga ada? Maksudnya?” tanyaku penasaran sambil menghampiri Rio di sofa.

“mereka udah meninggal, 4 tahun yang lalu, fy/”

“ohh.. gitu, maaf ya yo. Gue ngga maksud/…”

“gapapa kok fy.” Potong Rio.

“jadi itu yang ngebuat lo angkuh?” tebakku.

“ya, dan lo tau ngga fy, Cuma lo yang bisa buat gue ketawa.”

Deg deg deg

Lagi-lagi jantungku disko. Sepertinya aku mulai ada rasa untuk RIO.

**

Sore ini aku hanya berkutat dengan Hape. Ku buka semua jejaring sosialku. Twitter, fb, ym, skype dan BBMku.

Tiba-tiba

MSAH_cakep : BUZZ!

MSAH_cakep : hai fy

Ini Rio? Tau dari mana YM gue? Batinku.

Ifyalyssa : hai juga. Ini siapa ya? Haha :D

MSAH_cakep : idih sok ga kenal sama gue lo --___--“

Ifyalyssa : EMANG GUE GA KENAL. Hahahaha.

MSAH_cakep : idihhh sombong banget. Ini gue Rio fy!

Ifyalyssa : Rio? Sodara sepupunya iel itu?

MSAH_cakep : nah tau gitu!

Ifyalyssa : idih user lo alay banget bro huahaha. Masa MSAH cakep? Msah jelek iye :p

MSAH_cakep : apalo kata deh -_- lagi apa lo?

Ifyalyssa : ihahaha kalah omong lo sama gue. Gue? Lg merenungi status jomblo gue haha

Ifyalyssa : lo endiri?

MSAH_cakep : lo jomblo? Gue boring ga ada yang bisa di ajak jalan… -_-

Ifyalyssa : iya yo, lo mau daftar? Hahaha. Jalan ama gue aja yo

MSAH_cakep : kalo boleh gapapa sih haha. Boleh. Kemana?

Ifyalyssa : oke. Lo dapet antrian nmr 1000 ya(?) trserah lo deh. Drpd gue jamuran d rmh

MSAH_cakep : ish, ky bnyk yg antre jd cwo lo aj. Haha. Ok gue jmpt stg jam lagi ya.

Ifyalyssa : ada dong. Lo juga mw dftar kan? Kekek :p oke see ya.

Hatiku berbunga-bunga. Bakal ketemu sang pujaan hati eh tunggu-tunggu. Bukan, bukan pujaan hari! Cuma cowo yang baru aku kenal 2 hari lalu. Kok bisa bilang gitu sih gue -_-

**

@nenscorner

“ngapain kesini, yo?” Tanya ku sambil mempercepat langkahku.

“bawel ah udah ikut aja.” Kata Rio lalu menarik tanganku.

“jangan aneh-aneh lo!”

Rio menganggukk dan tersenyum kearahku. Kami pun menaiki tangga. Sambil tetap memegang tanganku, kami tiba di lantai atas. Memilih tempat duduk didekat jendela. Mengamati jalanan Surabaya yang sedang diguyur hujan.

“gue mau ngomong sama lo, Fy.” Sahut Rio ragu.

“hmm apa yo?”

“ajari gur fy. Ajarin gue jadi rio yang dulu. Ajarin gue mencintai lo, fy.”

DEG DEG

Waktu rasanya berhenti. Hanya terngiang suara rio yang memohon kepadaku agar aku mengajarinya mencintaiku. Apa aku salah denger? Apa ini Cuma hayalanku? Aku tak mendengar suara alunan musik yang dimainkan salah satu band indie di Surabaya yang kala ini sedang bernyanyi dibawah.

“fy, kok diem? Bantuin gue ya fy. Please. Gue mulai ada rasa sama lo. Tapi gue gay akin itu bener-bener cinta. Karena jauh dari dalem hati gue, maish tersimpan rapi memori gue dan mantan gue, Dea. Mantan gue yang meninggal bareng ortu gue. Fy, please, bantuin gue ngehapus memori tentang dea.” pintaRio padaku. Aku masih sedikit cengo. Aku segera tersadar dari lamunanku, ketika rio perlahan meraih tanganku.

“gue bakal coba yo. Tapi apa ngga terlalu cepet?” kataku mantap.

“ngga fy. Kita coba dulu kalo elo sekarang belom ada rasa ke gue gapapa kok. Yang penting ajarin gue cinta sama lo. Dan gue juga sebaliknya, akan ngajarin lo buat cinta sama gue. Semua perlu proses, fy. Dan gue yakin kita bisa ngelewatin proses itu.”

Lagi-lagi aku terpaku dengan omongan Rio. Baru beberapa hari aku kenal dengan dia. Tapi dia udah berani nyatain perasaannya ke aku. “Iya yo. Gue coba, ya.” Kataku sambil tersenyum kearahnya.

“thanks fy.” Katanya sambil senyum

**

2 tahun sudah berlalu. Aku udah bisa mencintai rio. Dan aku semakin mengurungkan waktu ku untuk mencari orangtua kandungku sampai suatu saat…………

BRUK

Aku tak sengaja menabrak paruh bata yang hamper memiliki uban di rambutnya.

“Pak maaf pak saya gak sengaja.” Kataku sambil membantunya berdiri.

Klinting klinting

Liontionku terjatuh. Dan diambil oleh bapak itu.

“gapapa kok. Ini li—“ belum sempat bapak itu menyelesaikannya, matanya melotot melihat liontin di tangannya itu.

“Ini punya mu?” Tanya bapak itu. Aku mengangguk “Kamu Alyssa?” Tanya bapak itu seketika. Aku terperanjat. Bagaimana mungkin bapak tua ini mengetahui namaku?

“Bapak tau darimana?”

**

“ja… jadi orangtua saya sudah meninggal? 6 tahun yang lalu?”

“iya, Alyssa. Maafkan om. Udah ngasih kabar ini ke kamu. Seharusnya kamu berhak tau daridulu. Tapi sayangnya om nggak tau kamu ada dimana.”

Aku menahan tangis. Jadi? Pencarianku selama bertahun-tahun ini sia-sia? “apa… apa masih ada saudara saya yang masih hidup Om?”

“ada. Setau om adik laki-laki kamu masih hidup. Dia hidup sendiri bersama om dan sepupu kamu.:

“Mereka tinggal dimana, om?”

**

“ini rumahnya?” kataku setelah sampai ke alamat yang om septian –pemilik rumah ini—kasih ke aku.

Ting tong

Aku memencet belnya. Gerbang pun mulai di buka. Dan betapa kagetnya aku, yang berada di depanku IEL! GABRIEL STEVENT DAMANIK!

“loh, fy, ngapain disini?”

“eh iel. Ehm ini rumah lo? Bukannya rumah lo di daerah rumahnya rio ya?”

“iya ini rumah bokap. Ngapain lo disini?

“mama lo….ada?” Tanya ku sambl menegok-nengok keadaan sekitar.

**

“ja..jadi.. lo anaknya omHaling? I…itu berarti…”

“apa, yel?”

“elo… lo kakaknya Rio, Fy.”

DHUAR!

Jantungku rasanya meledak. Rio? Adikku? Apa yang harus aku perbuat? Aku mencintainya. Sungguh ngga adil. Bener-bener ngga adil.

Tanpa sadar, aku telah menangis tersedu-sedu. Dan dari balik tangisku, aku ligat iel sangat sedih dan gelisah. Aku pun segera beranjak dari rumah iel.

“yel gue balik dulu.” Pamitku.

“iya fy. Ati-ati . yang sabar ya.”

“thanks ya yel. Thanks banget.”

Aku berlari. Berlari sekencang-kencangnya. Tak kuat menghadapi takdir. Aku ingin bersembunyi di balik takdir. Aku terlalu pengecut untuk memberi tau Rio bahwa aku ingin melepasnya dan mencampakkannya. Betapa sakitnya hari Rio jika ia mengetahui ini semua. Betapa hancurnya hidupnya jika aku menyakitinya. Aku… aku ngga sanggup

**

“fy, lo kemana sih gue hubungin nomer lo ngga aktif. Gue khawatir sama lo fy. Please hubungin gue.” Kata rio sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur.

“yo…” tiba-tiba suara lembut itu menyelinap masuk ke kamar Rio. Rio menoleh, yang di dapatinya bukan Ify, melainkan sivia dan Gabriel. “Ify… masuk rumah sakit.”

**

Aku tak tau kenapa sekarang aku berada disini. Aku tak tau kenapa badanku terasa sakit yang ku ingat aku berlari sekencang mungkin agar dapat mengelak dengan takdirku. Tapi nyatanya? Tubuhku lemas. Tak berdaya. Dan berada dirumah sakit. Aku menengok ke kiri , ada sivia dan iel sedang duduk di sofa. Mereka terdidur pulas dengan posisi sivia di pangkuan iel. Lalu aku menengok ke sebelah kanan, ku dapati seorang pria yang tampak taka sing lagi untukku. Pria yang membuatku ingin mengelak pada takdirku. Pria yang membuatku jadi pengecut. Rio. Ya, rio.

Air mataku pun jatuh membasahi pipiku. Isak tangisku terlalu keras sehingga Rio terhaga dari tidurnya. Aku buru-buru mengusap air mayaku.

“ify. Udah bangun? Lo gapapa kan?” Tanya Rio panik.

“gapapa kok yo. Kiat nih, udah sehat kan? Hehe.”

“fy, abis nangis?” Tanya Rio. Aku menggeleng.

“beneran?”

“iya Rio beneran. Eh iya yo. Aku kenapa sih bisa ada disini?”

“kamu ngga inget?” lagi-lagi aku menggeleng.

“kata sivia, kamu ketabrak mobil yang pengemudinya lagi mabuk, fy.”

“oh gitu…”

“kata dokter kamu boleh dibawa pulang kok kalo udah sadar.”

“oh ya? Cepet banget asik asik. Cepet bilang ke dokter gih. Biar gue bisa cepet pulang.”

Rio tersenyum. Mungkin ini terakhir kalinya dia bisa tersenyum padaku. Rio beranjak dari kursi dan kemudian membangunkan sivia dan iel, mengisyaratkan sesuatu, Rio lalu keluar memanggul dokter.

Sivia mendekatiku.

“Fy, gimana keadaan lo?” Tanya iel ragu-ragu.

“gapapa kok.”

“oh… eh ya fy. Lo udah coba bilang Rio?”

“gue ga bisa. Belom siao.”

“tapi fy, bisa ga bisa, siap ga siap, kamu kudu bisa bilang ke Rio. Demi kebaikan kamu, rio dan kalian.” Lanjut Sivia.

“Lo tau vi?” tanyaku heran,

Sivia mengangguk. “tadi malem di certain iel, fy.”

“huh, gue benr-bener belum siiap ngeliat di—”

Rio masuk dengan dokter. Lalu melirik kearah kami bertida yang tengah memasang muka sedih.

“Fy, kita udah boleh pulang. Sekarang” ucap rio sambil mendekat ke arahku.

“tapi anda harus ingat, istirahat total ya dirumah.”

“oke dok hehe.”

Dokterpun berlalu dari ruanganku.

“Fy lo ganti baju di kamar mandi gih. Terus biar sivia sama iel nganterin lo kebawah. Biar gue yang beresin.”

Aku hanya mengangguk dan berjalan menuju kamar mandi. Mengganti pakaian lalu di bopoh sivia dan iel keluar. Rio asik membereskan baju idy. Tiba-toba secarik kertas jatuh. Rio memungutnya dan membaca kertas itu dnegan teliti,

**

“Rio lama banget.” Gerutu Sivia.

“Iyatuh. Ngapain aja coba.” Lanjutku.

“Bentar gue telfon.”

Tutt….tuttt…. nomor yang anda tuju tidak dapat mener—

“di reject, Fy!”

“Kita samperin aja.”

Aku dan iel mengangguk.

**

Rio menangis membaca kertas itu. Badannya tak mampu berdiri. Dia duduk di lantai meratapi nasipnya kini.

Tiba-tiba aku, sivia dan iel masuk.

“Yo, lo kenapa?” Tanya Iel.

“kenapa? Kenapa gak ada yang jujur sama gue! Kenaoa?” tangis Rio semakin pecah.

Aku melihat Rio menggenggap sebuah kertas yang aku tulis setelah aku beanjak dari rumah iel.

“Yo, gue udah mau ngomong sama lo tapi gue ga bisa. Gue ga sanggup.”

Rio berdiri lalu berlari sekencang-kencangnya. Iel mengejar Rio, sedangkan aku dan Sivia memungut kertas tersebut.

‘ya tuhan. Aku dan dia bersaudara, cobaan apa lagi yang menimpaku? Sudah cukup orangtuaku yang pergi. Ternyata, orang yg aku cintai, Rio, adalah adik kandungku. Tuhan, ajari aku untuk menerima semua ini. Ajari aku untuk bisa melupakan Rio.’

Aku tercengang dan merutuki kebodohanku itu.

**

“Yo tunggu!”

“apasih yel? Kenapa lo nyembuntiin ini semua? Lo pasti tau kan semua ini?” bentak Rio.

“iya, pertama sorry, gue ga mau ikut campur urusan lo sama ify. Yang kedua, gue tau, karna gue yang kasih tau.”

“maksud lo, yel?”

“iel menceritakan semuanya pada Rio.

**

Sudah sebulan berlalu aku tak bertemu Rio sejak insiden di rumah sakit tersebut. Padahal, 3 hari lagi ulang tahun ku. Seberapa lama lagi aku menahan rasa rindu yang tak dapat terbendung lagi ini??

**

“happy birthday ipoooyy!!” sahut sivia.

“happy birthday my cousin!” kata iel sambil mengacak-acak rambutku.

‘makasih SIVIELL!!!” aku pun memeluk mereka.

Tepat jam 12 malam mereka membangunkanku. Mereka menyodorkan kue tart bertuliskan ‘Happy Sweet 20 Ify. From : siviel’

“fy, tiup lilinnya!” kata Sivia. Aku mengangguk.

“jangan lupa make a wish ya!”

‘ ya tuhan, aku ingin dia menerima takdir ini. Emang berat, tapi dia harus coba.’

WUSSHHH

Aku meniup lilin itu. Dan mataku menerawang ke sekitar. Tak ada Rio. HUH

**

Tak kusesali cinta itu

Meski cinta tak harus miliki

Akan ku berikan sgala yang terbaik

Hingga tiba saatnya nanti

Aku terbangung. Jam 8 pagi sekarang. Sivia masih ngorok sedangkan iel udah ga ada. Aku turun kebawah berniat mengambil minum. Tiba-tiba gelap. Ada seseorang yang menutup mataku. Aku reflek berteriak. Tapi dia bicara lirih. ‘jangan teriak” katanya. Aku menrut agar aku tak di apa-apakan oleh nya.

Dia membawaku entah kemana. Aku ingin sekali berteriak, tapi mulutku di sumpel dengan kain. 15 menit kemudian dia menarikku keluar mobil lalu menggeretku keluar sampai aku merasa aku berjalan di tengah batuan terjal. Dimana ini??

Perlahan mata dan mulutku di buka. Aku terpaku melihat ini. Ini di taman apsari, ya? Gak special sih, tapi sejuk banget. Aku menoleh ke belakang dan mendapati Rio yang sedang tersenyum. Aku kaget.

“Rio?”

“Iya Fy. Ini gue. Maaf fy, sebulan gue ilang. Gue nenangin diri. Dan hari ini gue minta sama lo. Di hari ulangtahun lo, gue mau kita jalan sebagai Rio dan Ify bulan adek kakak. Cuma buat hari ini. Dan ini yang terakhir. Lo mau?”

Aku mengangguk.

“Happy birthday ify. Love you.” Kata Rio sambil memelukku.

“Thanks Rio. I love you too.” Jawabku lirih.

“jalan-jalan yuk.”

“kemana??”

“ke THR!!” #hahaha ga elit blas :p wkwkwkwk ngakak poooollll# #ojok di bayangno yo rek wkwkwk#

Aku tersenyum. Sudah bertahun-tahun aku jarang mengelilingi Surabaya.

**

Kucoba mendekatimu

Ungkapkan rasaku

“Riooo naek itu ya!!” ajakku.

“iya fy.”

Kami berdua pun menaiki roller coaster. Jerit-jerit . aku yang takut reflek memeluk Rio.

“andai kita ditakdirin buat sama-sama terus, yo.’ Batinnku.

**

Namun kuakui tak seharusnya

Kujatuh cinta padamu

Karna kutau

Kita tak mungkin bersatu

“gimana fy? Seneng hari ini?” Tanya Rio sambil memakan es krimnya.

“seneng dong. Thanks ya yo.” Kataku.

Kami pun sampai di lapangan skateboard di belakang delta. Hari ini skateboard’terz sepi. Ga kaya biasanya.

“yo es krimnya. Hihi.”

“kenapa fy?”

“nempel di muka lo.”

“hah? Aduh mana fy? Ntar cakepnya gue ilang dong.”

“pedee! Itu looh!”

“ini??”

“bukan! Sini deh gue bersihin.”

Aku membersihkan bibir Rio yang celemotan karena es krim. Tiba-tiba Rio menghentikan tanganku. Wajahnya semakin mendekati wajahku dan….

CUP

Sebuah ciuman hangat mendarat di pipiku.

“RIOOOO!!!”

“Asik asik haha nambah dong hahaha.” Rio tertawa geli sambil berlari.

“ga boleh!!” kata ku dengan nada tinggi dan muka merah padam.

“piss fy!”

Kami terdiam muka kami sama-sama merah. Tiba-tiba Rio menggandeng tanganku dan menatapku lekat-lekat.

“Fy andai tiap hari bisa kaya gini.” Sahut Rio. “tapi ngga papa deh. Kita juga bisa sama-sama walaupun Cuma sebatas adek-kakak. Iyoto iyoto iyoto. Hehehe.” Lanjutnya lagi sambil tertawa.

Aku tersenyum kecil dan mengangguk.

“Ify, sekarang gue minta.. ajarin gue buat anggep lo sebagai kakak, fy.”

Aku mengangguk lagi. “Iya, yo. Ajarin gue juga ya. Biar bisa anggep lo sebagai adek gue.”

Kami pun berpelukan. Masih berpelukan sebagai ify dan rio tentunya.

**

Kucoba mendekatimu

Ungkapkan rasaku

Dan kau membalas itu

Tak terkira bahagia hatiku

Sejak saat itu, aku tinggal di rumah Rio. Menemani Rio yang dulunya kesepian. Dan aku senang, masing-masing dari kami dapat menerima takdir ini.

“Kak ifyy!!!” panggil Rio

“aduh masih pagi nih. Apaan sih treak-treak?”

“pagi? Udah jam 8 ini kak. KULIAH!!”

“oiya lupa.”

Rio tersenyum kecil. Lalu berjalan ke garasi memanasi motornya.

Yah, tahun ini aku berkuliah dan menginjak semester 5. aku dan Rio sama-sama berkuliah di universitas airlangga jurusan kedokteran.

Gakk ada lagi rahasia-rahasiaan dari kita. Sekarang, Rio tengah PDKT dengan tetangga baru kami, namanya Agni. Sedangkan aku tengah berpacaran dengan Debo. Rasa sedikit cemburu mungkin emang ada. Tapi, aku adalah kakak Rio yang gak berhak cemburu. Aku hanya kakak yang nggak ingin ngelihat adekku terluka. Asal dia bahagia, aku juga bahagia.

**

Tak kusesali cinta itu

Meski cinta tak harus miliki

Akan ku berikan sgala yang terbaik

Hingga tiba saatnya nanti

Kucoba mendekatimu

Ungkapkan rasaku

Namun kuakui tak seharusnya

Kujatuh cinta padamu

Karna kutau

Kita tak mungkin bersatu

Kucoba mendekatimu

Ungkapkan rasaku

Dan kau membalas itu

Tak terkira bahagia hatiku

Namun kuakui tak seharusnya

Kujatuh cinta padamu

Karna kutau

Kita tak mungkin bersatu

Karna kutau

Kita tak mungkin bersatu

( Evolet - Cinta Yang Salah )

THE END

gimana? panjang, geje, ga jelas. sorry ya huhuahwuahuwhauhwuahwu . semogaaa suka =P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar